KMP Surati Kementerian Keuangan, Bongkar Dugaan Rekayasa Hukum di Balik Narasi “Hutang DBHP” Purwakarta
PURWAKARTA | KabarGEMPAR.com – Komunitas Madani Purwakarta (KMP) secara resmi mengirimkan surat klarifikasi kepada Kementerian Keuangan Republik Indonesia melalui Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK) pada 24 Oktober 2025 di Jakarta.
Surat bernomor 0212/KMP/PWK/X/2025 tersebut berisi tiga permintaan pokok, yakni klarifikasi izin penundaan Dana Bagi Hasil Pajak (DBHP), permintaan data transfer dan realisasi DBHP tahun 2016–2018, serta penjelasan ketentuan teknis terkait mekanisme penundaan apabila terjadi kondisi luar biasa.
Langkah tersebut diambil KMP sebagai bentuk pembuktian yuridis dan administratif atas dugaan pelanggaran serius dalam pengelolaan keuangan daerah Kabupaten Purwakarta.
Ketua KMP, Zaenal Abidin, menegaskan bahwa pihaknya menilai narasi “hutang DBHP” yang beredar di ruang publik berpotensi menjadi bentuk rekayasa hukum untuk menutupi penyimpangan kebijakan fiskal di masa lalu.
“Kami meminta Kementerian Keuangan memberikan klarifikasi resmi terkait izin dan data DBHP. Sebab, narasi hutang DBHP itu tidak memiliki dasar hukum yang jelas dan dapat menyesatkan publik,” tegas Zaenal kepada KabarGEMPAR.com.
KMP menegaskan bahwa DBHP merupakan belanja wajib (mandatory spending) yang tunduk pada azas tahunan (annuality). Berdasarkan prinsip tersebut, seluruh alokasi DBHP wajib disalurkan dalam tahun anggaran berjalan dan tidak dapat dialihkan ke tahun berikutnya.
Zaenal menilai, istilah “hutang DBHP” tidak dikenal dalam sistem keuangan negara. Pihaknya menyebut, penggunaan istilah tersebut justru menyesatkan publik dan dapat menutupi potensi penyalahgunaan kewenangan dalam pengelolaan keuangan daerah.
“DBHP itu harus disalurkan pada tahun anggarannya. Jika ditunda, berarti melanggar asas keuangan negara. Tidak ada yang namanya hutang DBHP,” ujarnya.
Fakta RDPU: Tidak Ada Dasar Sah Penundaan DBHP
Dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) antara KMP dan DPRD Kabupaten Purwakarta pada 29 Agustus 2025, KMP mengungkapkan bahwa tidak ada kondisi luar biasa (force majeure) yang dapat dijadikan dasar untuk menunda penyaluran DBHP pada tahun 2016–2018.
Selain itu, tidak ada izin DPRD untuk menunda atau mengalihkan alokasi DBHP, dan tidak ditempuh mekanisme perubahan APBD sebagaimana diatur dalam ketentuan perundang-undangan.
KMP menilai, tindakan penundaan DBHP tanpa dasar hukum yang sah berpotensi melanggar Pasal 421 KUHP dan Pasal 3 Undang-Undang Tipikor, serta memenuhi unsur perbuatan melawan hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 15 UU Tipikor.
Indikasi Penyalahgunaan Dana
KMP menemukan indikasi bahwa pembayaran DBHP dilakukan di luar tahun anggaran, dengan menggunakan anggaran tahun 2019 dan 2020 di masa pemerintahan berikutnya.
Tanpa bukti akuntansi yang sah terkait Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SILPA), praktik tersebut berpotensi menjadi bentuk penyimpangan penggunaan dana daerah.
“Jika pembayaran DBHP menggunakan anggaran tahun berikutnya tanpa dasar hukum yang jelas, berarti ada dugaan penggunaan uang yang bukan peruntukannya,” ungkap Zaenal.
KMP juga menyebut bahwa Inspektorat Purwakarta tidak mampu menunjukkan bukti SP2D maupun bukti transfer (TF) atas klaim pembayaran DBHP pada tahun 2019–2020. Fakta tersebut memperkuat dugaan adanya kekacauan sistemik dalam pengelolaan keuangan daerah.
Desak Aparat Penegak Hukum Bertindak
KMP menegaskan bahwa langkah surat klarifikasi ke Kementerian Keuangan merupakan tahapan awal untuk membuka penyelidikan hukum terhadap dugaan penyimpangan DBHP.
KMP mendesak aparat penegak hukum (APH) untuk memeriksa pihak-pihak yang terlibat dalam penyusunan dan penyebaran narasi “hutang DBHP”, termasuk oknum yang diduga menggunakan kebijakan tersebut untuk kepentingan politik dan administratif.
“Kami percaya, di era pemerintahan Presiden Prabowo, tidak ada kekuasaan yang kebal hukum. Semua harus tunduk pada prinsip keadilan dan akuntabilitas,” tegas Zaenal Abidin.
Langkah Lanjut: Audit Investigatif dan Penegakan Hukum
Zaenal menegaskan, KMP akan menindaklanjuti hasil klarifikasi dari Kementerian Keuangan dengan langkah hukum lanjutan.
KMP berencana mendorong audit investigatif terhadap DBHP Purwakarta tahun 2016–2018, untuk memastikan kebenaran penggunaan dana bagi hasil pajak dan potensi kerugian negara.
“Kami tidak akan berhenti pada opini publik. Kasus ini akan kami uji secara hukum agar keadilan fiskal bagi desa dapat dikembalikan,” pungkas Zaenal.
KMP menegaskan komitmennya untuk mengawal transparansi fiskal daerah dan mendorong akuntabilitas pengelolaan DBHP di Purwakarta. Redaksi akan terus memantau tanggapan resmi dari Kementerian Keuangan serta langkah tindak lanjut dari Pemerintah Kabupaten Purwakarta dan DPRD setempat.
Reporter: Heri Juhaeri
Editor: Redaksi KabarGEMPAR.com


