Kepala Dinas PUPR Karawang Bantah Isu Jual Beli Proyek, Pengamat: Itu Sudah Jadi Rahasia Umum
KARAWANG | KabarGEMPAR.com – Dugaan adanya praktik jual beli proyek di lingkungan Bidang Sumber Daya Air (SDA) Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Karawang kembali mencuat. Isu ini ramai diperbincangkan publik setelah muncul pengakuan dari pejabat internal yang menyebut adanya “faktor lingkaran” dalam pelaksanaan proyek pekerjaan.
Menanggapi hal itu, Kepala Dinas PUPR Karawang, Rusman Kusnadi, menegaskan bahwa tidak ada praktik jual beli proyek di dinas yang dipimpinnya.
“Makanya tanyanya ke Kabid SDA, kalau nggak salah beliau sudah memberikan statemen atau klarifikasi. Tidak ada jual beli proyek,” ujar Rusman saat ditemui usai menghadiri kegiatan Pelayanan Administrasi Terpadu Kecamatan (PATEN) di Kecamatan Rengasdengklok, Selasa (4/11/2025).
Rusman juga menjelaskan makna dari istilah Pentahelix yang sempat disebut oleh Kabid SDA, Aris Purwanto, sebelumnya.
“Ya, Pentahelix itu kan artinya kerja sama antara pemerintah, swasta, dan akademisi,” kata Rusman.
Selain itu, saat disinggung mengenai keluhan sejumlah pihak yang menilai Kabid SDA sulit dihubungi, Rusman meminta agar masyarakat yang memiliki kepentingan langsung datang ke kantor.
“Coba saja datang ke kantornya, beliau sering di kantor kalau memang tidak ada kegiatan. Kalau ada di kantor pasti diterima. Datangi saja langsung,” ujarnya.
Pelanggaran terhadap Prinsip Hukum
Sementara itu, pemerhati kebijakan publik Karawang Jiji Makriji menilai praktik jual beli proyek di lingkungan pemerintahan daerah bukan hal baru.
“Praktik jual beli proyek ini sebenarnya sudah berlangsung lama dan menjadi rahasia umum di kalangan tertentu. Dugaan saya, ada banyak pihak yang terlibat, baik dari internal maupun eksternal dinas terkait,” ujar Jiji kepada KabarGEMPAR.com.
Menurut Jiji, praktik seperti itu jelas bertentangan dengan berbagai ketentuan hukum yang berlaku. Salah satunya adalah Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 12 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Perpres Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
Dalam aturan tersebut, khususnya Pasal 6, disebutkan bahwa setiap pelaksanaan pengadaan barang/jasa harus memenuhi prinsip efisien, efektif, transparan, terbuka, bersaing, adil, dan akuntabel.
Selain itu, Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme menegaskan bahwa setiap pejabat publik wajib melaksanakan tugas secara jujur, transparan, dan bertanggung jawab untuk kepentingan masyarakat.
Lebih jauh, Jiji mengingatkan bahwa apabila ada unsur pemberian atau penerimaan sesuatu untuk memenangkan proyek, maka hal itu berpotensi melanggar Pasal 5 dan Pasal 12 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), yang mengatur tentang tindak pidana suap dan gratifikasi.
“Kalau ada pihak yang memberi atau menerima imbalan untuk mengatur proyek, itu bisa termasuk suap. Hukumannya sangat berat karena termasuk korupsi,” tegasnya.
Mekanisme Pengadaan dan Pengawasan
Dalam sistem pemerintahan saat ini, pengadaan proyek dilakukan secara elektronik melalui Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) dan e-katalog, yang dikelola oleh Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP).
Sistem ini dirancang untuk mencegah intervensi dan praktik jual beli proyek dengan memastikan seluruh tahapan pengadaan bersifat terbuka dan terdokumentasi.
Meski begitu, menurut Jiji, masih ada celah di tahap pelaksanaan atau penentuan pemenang tender, terutama jika proses pengawasan internal tidak berjalan maksimal.
“Secara sistem, mekanismenya sudah baik. Tapi persoalannya ada di integritas pelaksana. Kalau pejabat dan pihak terkait tidak berkomitmen pada transparansi, praktik jual beli proyek masih bisa terjadi di balik layar,” ujarnya.
Jiji juga menekankan pentingnya peran Inspektorat Daerah, Unit Layanan Pengadaan (ULP), serta Aparat Penegak Hukum (APH) dalam memastikan setiap proyek dilaksanakan sesuai regulasi.
“Selama pengawasan masih lemah dan akses publik terhadap data proyek dibatasi, peluang penyimpangan akan tetap terbuka,” katanya.
Dorongan Keterbukaan Publik
Sebagai langkah perbaikan, Jiji mendorong Pemerintah Kabupaten Karawang agar membuka akses informasi publik mengenai seluruh proyek yang dikelola PUPR. Data tender, nilai kontrak, dan daftar pemenang harus bisa diakses masyarakat sesuai amanat Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP).
“Kalau memang tidak ada praktik jual beli proyek, buktikan dengan transparansi. Publikasikan seluruh data proyek agar masyarakat bisa ikut mengawasi. Itu cara paling efektif mengembalikan kepercayaan publik,” pungkas Jiji.
Laporan: Tim Kabar Karawang
Editor: Redaksi KabarGEMPAR.com


