Le Minerale Diingatkan DPR Soal Klaim Air Pegunungan, Potensi Langgar UU Perlindungan Konsumen

Ilustrasi

JAKARTA | KabarGEMPAR.com – Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) meminta penjelasan terbuka kepada sejumlah perusahaan air minum dalam kemasan (AMDK) terkait keaslian sumber air yang mereka gunakan. Permintaan itu disampaikan dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang digelar di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (10/11/2025).

Dalam rapat tersebut, salah satu produsen besar, PT Tirta Fresindo Jaya selaku produsen Le Minerale, mengakui bahwa air yang digunakan dalam produk mereka berasal dari sumur dalam dengan kedalaman sekitar 80 hingga 120 meter, bukan langsung dari mata air pegunungan sebagaimana disebutkan dalam berbagai materi iklan.

Klarifikasi di Parlemen

Pernyataan tersebut memunculkan pertanyaan dari sejumlah anggota Komisi VII DPR RI. Ketua Komisi VII, Saleh Partaonan Daulay, menegaskan bahwa setiap produsen wajib memberikan informasi yang benar dan tidak menyesatkan kepada masyarakat.

“Konsumen membeli produk berdasarkan keyakinan bahwa air itu benar-benar berasal dari mata air pegunungan. Bila ternyata bersumber dari sumur dalam, maka perlu kejelasan agar tidak terjadi misinformasi publik,” ujar Saleh dalam rapat.

Ia menambahkan, DPR akan memperdalam isu ini dalam rapat lanjutan dengan mengundang kementerian dan lembaga teknis, termasuk BPOM, Kementerian Perindustrian, dan Kementerian ESDM.

Argumen Perusahaan

Menjawab sorotan itu, pihak Le Minerale menyampaikan bahwa seluruh sumber air perusahaan memang berlokasi di kawasan pegunungan vulkanik seperti Gunung Salak, Gunung Pangrango, Mandalawangi, dan Bromo.

Perusahaan menegaskan penggunaan sumur dalam dilakukan untuk menjamin kebersihan dan stabilitas kualitas air yang berasal dari akuifer alami di bawah permukaan.

“Kami menggunakan metode pengeboran dalam di kawasan pegunungan, namun secara geologis air tersebut tetap berasal dari akuifer pegunungan. Hal ini didukung oleh hasil uji isotop dan studi hidrogeologi,” ungkap perwakilan perusahaan.

Potensi Pelanggaran UU Perlindungan Konsumen

Meski demikian, para legislator menilai bahwa narasi iklan “air pegunungan” tetap berpotensi menyesatkan publik.
Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, pelaku usaha dilarang memberikan keterangan yang tidak sesuai dengan fakta atau yang dapat menyesatkan konsumen.

Pasal 8 ayat (1) huruf f UU tersebut menyebutkan, pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang yang tidak sesuai dengan janji dalam iklan atau label produk.
Sementara Pasal 9 ayat (1) melarang pembuatan iklan yang mengandung keterangan menyesatkan mengenai kualitas, bahan, manfaat, atau asal-usul barang.

Apabila pelanggaran terbukti, Pasal 62 ayat (1) menetapkan sanksi pidana penjara paling lama 5 tahun atau denda maksimal Rp2 miliar.

Dampak dan Pengawasan Lanjutan

Kasus ini mendapat perhatian serius karena menyangkut kejujuran informasi dan hak konsumen untuk mengetahui asal produk.
Selain itu, DPR juga menyoroti perlunya pengawasan lebih ketat terhadap izin pengambilan air tanah dan eksploitasi sumber daya alam, agar industri air kemasan tidak hanya transparan, tetapi juga berkelanjutan secara lingkungan.

Pengamat hukum perlindungan konsumen menilai, pengakuan Le Minerale di hadapan DPR membuka ruang bagi evaluasi menyeluruh atas praktik promosi dan labeling di industri AMDK.

“Jika unsur menyesatkan terbukti, maka selain sanksi pidana, perusahaan juga dapat diminta melakukan revisi label dan klarifikasi publik sebagai bentuk tanggung jawab,” ujar praktisi hukum, Asep Agustian, SH, MH, kepada KabarGEMPAR.com, Kamis (13/11/2025).

Arah Kebijakan

Komisi VII DPR RI berencana menyusun rekomendasi kepada pemerintah agar seluruh produsen AMDK mencantumkan secara jelas asal-usul sumber air dan metode pengambilannya pada label kemasan.
Langkah ini diharapkan dapat meningkatkan transparansi, kepercayaan konsumen, dan iklim investasi yang sehat di sektor industri air minum.

“Kita ingin memastikan industri ini tumbuh, tapi dengan kepatuhan pada hukum dan etika bisnis,” ujar Saleh menutup rapat.

Laporan: Tim Kabar Nasional

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *