KPK Diminta Usut Dugaan Pengalihan Anggaran DBHP Purwakarta
PURWAKARTA | KabarGEMPAR.com – Sorotan publik mengarah tajam ke Purwakarta. Tiga tahun anggaran Dana Bagi Hasil Pajak (DBHP) – 2016, 2017, dan 2018 – tidak pernah sampai ke desa. Total nilainya diperkirakan puluhan hingga ratusan miliar rupiah. Komunitas Madani Purwakarta (KMP) menduga, kebijakan itu bukan kelalaian birokrasi, melainkan praktik melawan hukum yang sistematis.
KMP menyatakan seluruh desa di Purwakarta menjadi korban penahanan hak fiskal secara masif oleh Pemkab. Dan kini, KMP bersiap membawa seluruh dugaan pelanggaran ini ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Hak Desa Disetop Tanpa Dasar
DBHP adalah sumber pendapatan penting bagi desa — untuk pembangunan, pelayanan masyarakat, dan pemberdayaan ekonomi warga. Namun selama tiga tahun, hak itu disekap oleh pemerintah daerah.
KMP menegaskan tidak ada satu pun unsur Kondisi Luar Biasa (KLB) yang membenarkan penundaan tersebut. Hal ini bertentangan dengan:
Asas Annuality: anggaran harus digunakan pada tahun berjalan
Asas Legalitas: belanja negara hanya boleh dilakukan sesuai aturan
Asas Spesialitas: penggunaan anggaran harus pada pos yang ditetapkan
“Ini bukan soal administrasi. Ini soal hak rakyat desa yang dirampas,” tegas KMP.
Fakta Audit BPK Tidak Terbantahkan
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mencatat secara tegas:
Tahun Anggaran Status Penyaluran DBHP
2016 Tidak disalurkan
2017 Tidak disalurkan
2018 Tidak disalurkan
BPK tidak menulis “sebagian”, tidak menulis “tersendat”, tetapi tidak disalurkan.
Karena itu, KMP menyatakan tanggung jawab penuh berada pada pemerintahan periode 2013–2018.
Narasi Sesat: “Hutang DBHP”
Pemerintah kemudian menyebut DBHP yang tidak dicairkan sebagai “Hutang DBHP”.
KMP menyebut istilah ini pembohongan publik karena:
- SAP tak mengenal nomenklatur tersebut
- BPK tidak mencatatnya sebagai utang daerah dalam neraca APBD
- Hanya muncul sebagai temuan beban transfer – bukan utang
“Memutarbalikkan istilah adalah upaya cuci tangan,” kata KMP.
Jika narasi keliru ini diteruskan, menurut KMP, publik berpotensi disesatkan pada kebijakan yang salah.
DBHP Lama Dibayar dengan APBD Baru: Ilegal
Setelah tertahan tiga tahun, DBHP 2016–2018 baru dicairkan melalui:
APBD 2019
APBD 2020
hingga APBD 2025
Skema lintas tahun ini dinilai melanggar hukum karena memanipulasi sumber anggaran.
Unsur pidana yang disebut KMP:
- Pasal 3 UU Tipikor (penyalahgunaan wewenang)
- Pasal 55 KUHP (turut serta melakukan)
“Membayar anggaran lama dengan pos baru adalah rekayasa APBD.”
Dugaan Dialihkan ke Proyek Infrastruktur: PT ZB Disorot
Pernyataan mantan bupati periode 2013-2018 mencuat di publik saat kunjungan ke Kejari Purwakarta:
“DBHP tertunda karena pembangunan meningkat.”
Kalimat itu dinilai sebagai pengakuan terbuka bahwa dana DBHP dipakai untuk proyek lain.
KMP menyoroti dua proyek besar:
1. Pembangunan Jalan ke Sukasari
2. Taman Sri Baduga
Dua-duanya dalam sejumlah pemberitaan disebut memiliki ikatan erat dengan kontraktor PT ZB.
KMP menduga hasilnya:
- Korporasi diuntungkan
- Desa dirugikan
- Negara kehilangan hak penerimaan
Sikap DPRD Berubah Arah
Pada 29 Agustus 2025, DPRD melalui RDPU menyatakan tidak ada alasan sah menunda DBHP.
Namun dalam tiga minggu, DPRD ikut mengesahkan P-APBD 2025 yang kembali membayar DBHP lama melalui pos anggaran baru.
KMP menyatakan DPRD telah memainkan peran ambigu: Satu sisi menolak dalam forum resmi, di sisi lain menyetujui lewat persetujuan anggaran. KMP menyebut DPRD ikut bertanggung jawab.
KMP Bergerak ke KPK: Laporan Final
Bukti yang disiapkan mencakup:
- LHA (laporan hasil audit) BPK
- Hasil rekonsiliasi angka DBHP setiap desa
- Dokumen penetapan dan APBD perubahan
- Jejak proyek yang diduga terkait pengalihan anggaran
“Kami mendorong KPK menelusuri alur uang yang hilang. Ini soal kejahatan anggaran dan pemiskinan desa.”
KMP menyatakan laporan resmi ke KPK akan disampaikan dalam waktu dekat.
Dampak Sosial Nyata
Karena DBHP tidak dicairkan tepat waktu:
- Program desa tertunda
- Pemberdayaan ekonomi desa terhenti
- Belanja pelayanan publik terganggu
- Pembangunan infrastruktur desa macet
Desa yang paling terdampak adalah desa dengan basis PADes rendah, mereka yang paling membutuhkan.
“Warga desa membayar pajak, tapi manfaatnya justru mengalir ke proyek lain.”
Reporter: Heri Juhaeri
