Penyisihan Dana Banprov Desa Kutaampel Dinilai Menyimpang, Pengamat Hukum Asep Agustian: Layak Dilaporkan ke Ombudsman

Klarifikasi pemerintah Desa Kutaampel tak meredakan polemik. Pakar hukum menilai keputusan penyisihan dana Banprov cacat prosedur.

KARAWANG | KabarGEMPAR.com – Polemik penyisihan dana operasional perangkat Desa Kutaampel, Kecamatan Batujaya, Kabupaten Karawang, yang bersumber dari Bantuan Provinsi Jawa Barat (Banprov) tahun 2025 terus menjadi sorotan publik. Meski pemerintah desa telah mengeluarkan klarifikasi, dugaan penyimpangan prosedur musyawarah semakin mencuat lantaran Badan Permusyawaratan Desa (BPD) tidak dilibatkan dalam pengambilan keputusan.

Kepala Desa Kutaampel, Rosadi Gunawan, sebelumnya membantah adanya pemotongan dana dan menyebut keputusan penyisihan dilakukan berdasarkan kesepakatan internal perangkat desa.

“Itu bukan pemotongan. Kami sepakat memberikan sebagian dana kepada perangkat yang belum mendapatkan sebelumnya. Keputusan ini diambil secara mufakat tanpa paksaan,” kata Rosadi, Senin (24/11/2025).

Desa Kutaampel diketahui menerima Banprov sebesar Rp130 juta dengan alokasi untuk pembangunan infrastruktur, operasional perangkat desa, kegiatan BPD, posyandu, serta tunjangan kepala desa dan sekretaris desa.

Sejumlah perangkat desa membenarkan adanya musyawarah sebelum keputusan penyisihan dana diambil. Namun ketiadaan unsur BPD dalam proses tersebut menimbulkan tanda tanya besar mengenai keabsahan mekanisme yang ditempuh pemerintah desa.

GEMPAR Soroti Cacat Prosedur

Aktivis Gerakan Masyarakat Peduli Karawang (GEMPAR), Wawan Yuris, mempertanyakan legalitas proses musyawarah tersebut.

“Pertanyaannya bukan soal ada pemotongan atau tidak, tetapi apakah mekanismenya sesuai aturan? Penggunaan dana publik tidak bisa diputuskan sepihak tanpa melibatkan BPD,” tegas Wawan.

Ia menegaskan bahwa GEMPAR akan menghimpun keterangan dari perangkat desa, BPD, pemerintah kecamatan hingga dinas terkait. “Kami ingin memastikan transparansi dan akuntabilitas tetap berjalan,” ujarnya.

Pengamat Kebijakan Publik & Praktisi Hukum: Ini Bisa Masuk Ranah Ombudsman

Pengamat kebijakan publik sekaligus praktisi hukum senior Karawang, Asep Agustian, SH., MH, menilai polemik ini tidak bisa dianggap sepele. Menurutnya, ketidakhadiran BPD dalam musyawarah strategis terkait pengelolaan anggaran publik merupakan indikasi kuat adanya penyimpangan prosedur.

“Jika benar musyawarah penggunaan anggaran tidak melibatkan BPD, itu sudah masuk kategori maladministrasi. Dan kasus seperti ini sangat layak dibawa ke Ombudsman,” tegas Asep Agustian.

Ia menjelaskan bahwa Ombudsman RI berwenang memeriksa dugaan maladministrasi berupa penyalahgunaan wewenang, penyimpangan prosedur, tidak transparan, serta tidak akuntabel dalam pengelolaan anggaran desa.

“Ada uang negara yang digunakan. Maka setiap tahapnya harus sesuai regulasi. Keterlibatan BPD bukan pilihan, tapi kewajiban sesuai UU Desa. Jika mekanismenya dilanggar, maka keputusan itu cacat secara hukum administrasi,” lanjutnya.

Asep juga menilai pemerintah kecamatan hingga Inspektorat seharusnya bergerak cepat melakukan klarifikasi dan verifikasi di lapangan.

“Untuk mencegah polemik makin melebar, pengawasan dari kecamatan dan Inspektorat harus segera turun. Ini juga bagian dari pembinaan pemerintah daerah terhadap desa,” tambahnya.

Polemik penyisihan dana Banprov di Desa Kutaampel masih menjadi perhatian publik, terutama terkait aspek kepatuhan prosedur, transparansi anggaran, dan integritas tata kelola pemerintahan desa.

Laporan: Tim Kabar Karawang

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *