Polemik Dunia Pendidikan Karawang: Dana BOS Diterima Sekolah, Tapi Siswa Masih Ditarik Biaya Ujian

Ilustrasi: Sejumlah orangtua siswa kewajibkan tak membayar Rp125.000 untuk mengikuti Sumatif Akhir Tahun (SAT).

KARAWANG | KabarGEMPAR.com – Di tengah upaya pemerintah meningkatkan akses dan kualitas pendidikan melalui program Bantuan Operasional Sekolah (BOS), sejumlah praktik di lapangan justru memunculkan pertanyaan besar. Sekolah-sekolah telah menerima dana BOS dalam jumlah signifikan, namun beberapa masih menerapkan pungutan terhadap siswa untuk kegiatan yang semestinya menjadi hak dasar, seperti ujian.

Salah satunya terjadi di SMK Pamor Cikampek, yang berada di bawah naungan Yayasan Panca Moral. Sekolah ini menjadi sorotan setelah mengeluarkan surat resmi bernomor 234/SMK-PAMOR/Ckp/V/K.03/2025 yang mewajibkan siswa membayar Rp125.000 untuk mengikuti Sumatif Akhir Tahun (SAT), serta melunasi administrasi lainnya, termasuk biaya praktik kejuruan.

Surat yang diterbitkan pada 31 Mei 2025 dan ditandatangani oleh Kepala Sekolah, Hadi Priyono, S.Kom ini menyatakan bahwa siswa yang tidak melunasi biaya tersebut tidak akan diperkenankan mengikuti ujian. Tidak ada kalimat yang menyebutkan bahwa pungutan ini bersifat sukarela atau hasil musyawarah dengan komite sekolah. Ini menimbulkan kekhawatiran bahwa biaya tersebut merupakan pungutan wajib, yang berpotensi melanggar aturan pendidikan nasional.

Ironisnya, data yang dihimpun KabarGEMPAR.com menunjukkan bahwa sekolah-sekolah, termasuk di Karawang, telah menerima pencairan Dana BOS Tahun 2024. Salah satu sekolah tercatat menerima Rp141.750.000 untuk 175 siswa, dengan rincian penggunaan yang telah ditentukan, antara lain:
Administrasi kegiatan satuan pendidikan: Rp. 52.450.025
Langganan daya dan jasa: Rp. 38.811.975
Pemeliharaan sarana dan prasarana: Rp. 36.068.000
Pelaksanaan kegiatan pembelajaran: Rp. 3.000.000
Penerimaan peserta didik baru (PPDB): Rp. 4.350.000
Pengembangan profesi guru dan tenaga kependidikan: Rp. 1.370.000
Pembayaran honor: Rp. 5.700.000

Penggunaan Dana BOS seharusnya membantu sekolah menutup berbagai kebutuhan operasional, termasuk kegiatan evaluasi pembelajaran seperti SAT. Maka menjadi pertanyaan, mengapa sekolah masih menarik pungutan yang dijadikan syarat ujian?

Praktik seperti di SMK Pamor Cikampek berpotensi melanggar sejumlah regulasi, di antaranya:
Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016, Pasal 10 ayat (1) dan (2): menyebutkan bahwa pungutan hanya boleh dilakukan oleh komite sekolah, harus sukarela, tidak mengikat, dan tidak menjadi syarat layanan pendidikan.
UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 12: menjamin hak peserta didik untuk memperoleh pendidikan sesuai kemampuan dan tidak boleh terhambat karena faktor ekonomi.

Kasus di SMK Pamor Cikampek menjadi cerminan penting bahwa pengawasan terhadap pungutan di sekolah, terutama swasta, perlu diperketat. Di sisi lain, penggunaan Dana BOS yang mencapai ratusan juta rupiah harus benar-benar dimaksimalkan untuk menjamin bahwa tidak ada siswa yang gagal ujian hanya karena tak mampu membayar.

Reporter: Tim Kabar Karawang | Editor: Redaktur KabarGEMPAR.com

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Tutup