BOS Disalahgunakan, Operator Sekolah Terancam 20 Tahun Penjara

Ilustrasi

KARAWANG | KabarGEMPAR.com – Sejumlah sekolah swasta di Karawang diduga kuat memanipulasi data siswa demi mencairkan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Dugaan penyimpangan ini mencuat setelah tim investigasi menemukan ketidaksesuaian antara data di lapangan dan data yang tercatat dalam sistem pendidikan nasional.

Oknum operator sekolah memainkan peran penting dalam skandal ini. Alih-alih menjaga akurasi data, mereka justru menyalahgunakan kewenangan dengan mencatat siswa fiktif dan mengubah data akademik. Praktik curang ini marak terjadi di beberapa jenjang, seperti Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Madrasah Tsanawiyah (MTs).

“Kami menemukan indikasi kuat adanya data siswa yang direkayasa. Di antaranya, jumlah siswa yang tidak sesuai, nama-nama yang tidak pernah terlihat belajar di sekolah tersebut, patut diduga rekayasa data untuk pencairan dana bantuan,” ungkap Mulyadi, Pemimpin Redaksi KabarGEMPAR.com, Sabtu (7/6/2025).

Salah satu MTs di Karawang, misalnya, hanya memiliki 100 siswa aktif. Namun, laman emis.kemenag.go.id mencatat jumlah siswa mencapai 335. Hal serupa terjadi pada sebuah SMK, di mana operator mengaku hanya memiliki 315 siswa, tetapi sistem mencatat 557 siswa. Selisih data ini bukan sekadar kesalahan administratif, melainkan bentuk manipulasi yang disengaja untuk mendapatkan keuntungan dari dana BOS.

Penyalahgunaan ini tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga merusak kredibilitas lembaga pendidikan. Jika terbukti bersalah, operator sekolah dapat dijerat dengan pasal-pasal hukum berat. Berdasarkan Pasal 35 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), pelaku manipulasi data elektronik terancam pidana penjara hingga 12 tahun dan denda maksimal Rp12 miliar.

Selain itu, Pasal 263 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang pemalsuan dokumen mengancam pelaku dengan pidana hingga 6 tahun. Apabila tindakan tersebut menimbulkan kerugian negara, pelaku dapat dikenai Pasal 2 dan 3 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) dengan ancaman pidana antara 4 hingga 20 tahun penjara.

Fenomena ini menjadi peringatan keras bagi dunia pendidikan. Manipulasi data bukan hanya tindakan curang, tetapi juga bentuk pengkhianatan terhadap amanah pendidikan. Operator yang menyalahgunakan data harus mempertanggungjawabkan perbuatannya di hadapan hukum.

Reporter: Tim Kabar Karawang | Editor: Redaktur KabarGEMPAR.com

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Tutup