Terungkap! Kejagung Bongkar Dugaan Penyimpangan Besar Proyek Chromebook Kemendikbud
JAKARTA | KabarGEMPAR.com – Skandal mencuat dari balik proyek ambisius pengadaan Chromebook di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek). Kejaksaan Agung mengendus adanya penyimpangan serius senilai triliunan rupiah, yang disebut menyimpang dari pendampingan hukum Jaksa Agung Muda Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun).
“Sejak awal sudah kami ingatkan bahwa arah teknis lebih mendukung sistem Windows. Tapi tiba-tiba spesifikasi berubah ke Chrome OS. Ini jelas janggal!” tegas Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar, Selasa (10/6/2025), dengan nada keras.
Nadiem Terkaget-Kaget, Hotman Turun Gunung!
Mantan Mendikbudristek Nadiem Makarim tak tinggal diam. Ia menyatakan terkejut proyek Chromebook yang dulu digagasnya kini disebut bermasalah.
“Saya kaget. Semua prosesnya kami jalankan dengan pendampingan hukum dari Jamdatun,” kata Nadiem di hadapan awak media.
Hotman Paris Hutapea, kuasa hukum Nadiem, bahkan tampil dengan bukti surat resmi dari Jamdatun bertanggal 24 Juni 2020. Tapi Kejagung tak gentar. Menurut mereka, surat itu hanya bersifat normatif dan tidak pernah menyetujui spesifikasi Chromebook secara eksplisit.
“Jangan diplintir. Itu bukan izin, hanya pendapat hukum. Tidak ada persetujuan soal jenis laptop,” tegas Harli lagi.
Siapa Bermain di Balik Layar?

Yang bikin geger: Kejagung mencium dugaan permufakatan jahat! Diduga kuat, tim teknis ‘diarahkan’ untuk memuluskan pemilihan Chromebook. Padahal secara teknis, Windows lebih cocok untuk pembelajaran di Indonesia.
“Kami curiga ada pihak tertentu yang mengatur arah rekomendasi. Barang bukti sudah kami amankan, dan sejumlah pihak sedang kami periksa,” ungkap Harli.
Nama Fiona Handayani, mantan stafsus Nadiem, juga sudah diperiksa. Dua nama lainnya segera menyusul. Tak tanggung-tanggung, barang bukti digital pun disita untuk penelusuran lebih dalam.
Proyek Raksasa: Hampir Rp10 Triliun!
Bayangkan, proyek ini menggelontorkan dana nyaris Rp10 triliun! Terdiri dari Rp3,5 triliun dari Dana Satuan Pendidikan (DSP) dan Rp6,3 triliun dari Dana Alokasi Khusus (DAK).
Kejagung kini membidik siapa sebenarnya yang menjadi “aktor intelektual” di balik perubahan spesifikasi yang diduga tidak wajar ini.
“Kami akan ungkap semuanya. Yang bertanggung jawab, akan kami tarik ke proses hukum,” tutup Harli.
Reporter: Tim Kabar Jakarta | Editor: Redaktur KabarGEMPAR.com