Optimalisasi Dana BPMU Harus Dibarengi Transparansi: Hentikan Penahanan Ijazah dan Pungutan Berkedok Sumbangan
Oleh; Mulyadi | Pemimpin Redaksi KabarGEMPAR.com
BANTUAN Pendidikan Menengah Universal (BPMU) merupakan program strategis Pemerintah Provinsi Jawa Barat dalam memperkuat sektor pendidikan menengah. Dengan sumber dana dari APBD provinsi, BPMU hadir untuk mendukung kelangsungan operasional sekolah sekaligus menjamin kesejahteraan tenaga pendidik, khususnya guru honorer yang selama ini terpinggirkan.
Namun, implementasi di lapangan belum sepenuhnya mencerminkan semangat pemerataan dan keadilan. Masih banyak laporan mengenai guru honorer yang menerima honor di bawah ketentuan, bahkan mengalami pemotongan tanpa kejelasan. Parahnya, praktik penahanan ijazah siswa dan pungutan yang dibungkus dengan istilah “sumbangan sukarela” juga masih berlangsung. Ini menjadi ironi besar di tengah derasnya gelontoran dana dari pemerintah.
Sudah saatnya publik mendorong sekolah-sekolah dan dinas terkait untuk benar-benar menjalankan prinsip akuntabilitas dan transparansi dalam pengelolaan dana BPMU. Tidak boleh ada lagi alasan keterlambatan pencairan menjadi dalih untuk membebani siswa dengan pungutan tambahan. Begitu pula, ijazah siswa tidak semestinya dijadikan alat tekan atas sumbangan yang sifatnya tidak resmi.
Pengelolaan dana BPMU harus berpijak pada data riil dari Dapodik dan petunjuk teknis yang berlaku. Bila satuan biaya sudah ditentukan dan dana telah diterima sesuai jumlah siswa, maka tidak boleh ada ruang abu-abu dalam penggunaannya. Pungutan di luar ketentuan hanya akan mencederai tujuan utama BPMU, yakni pemerataan akses dan kualitas pendidikan.
Pemerintah provinsi dan pengawas pendidikan mesti bertindak tegas terhadap sekolah yang menyalahgunakan dana atau melanggar hak-hak siswa dan guru. Dalam konteks pendidikan, transparansi bukan hanya pilihan, melainkan kewajiban moral dan hukum.
Jika BPMU ingin benar-benar menjadi solusi, maka praktik lama seperti penahanan ijazah, pemotongan honor, dan pungutan terselubung harus dihentikan. Pendidikan yang inklusif dan bermartabat tidak akan lahir dari sistem yang masih menyimpan ketimpangan. Sudah saatnya BPMU tidak hanya besar dalam angka, tetapi juga adil dalam pelaksanaan.