Misteri Tanah Milik PT KAI yang Berubah Wajah di Jantung Rengasdengklok
KARAWANG | KabarGEMPAR.com – Bangunan permanen bergaya etnik berdiri megah di sepanjang Jalan Proklamasi, Rengasdengklok, Kabupaten Karawang. Di depannya, terdapat plang yang menyatakan bahwa lahan tersebut adalah tanah milik PT Kereta Api Indonesia (Persero). Plang itu mencantumkan peringatan larangan keras mendirikan bangunan tanpa izin resmi dari PT KAI. Namun, realita di lapangan berkata lain.
Hasil pemantauan tim investigasi KabarGEMPAR.com pada Sabtu pagi, 28 Juni 2025, menunjukkan bahwa tanah yang seharusnya menjadi aset negara ini telah berubah fungsi. Tidak hanya berdiri bangunan restoran dan tempat usaha lainnya, lahan ini juga ramai aktivitas parkir kendaraan.
Berdasarkan data dari Kementerian BUMN dan pemberitaan detikFinance, total luas aset tanah milik PT KAI secara nasional mencapai 270,3 juta meter persegi. Aset ini tersebar di berbagai kota dan kabupaten, termasuk Rengasdengklok, Karawang. Namun, tidak semua aset ini berada dalam penguasaan langsung PT KAI. Sebagian besar di antaranya telah digunakan tanpa izin, ditelantarkan, atau bahkan telah berubah fungsi tanpa kejelasan status hukum.
Tanah milik PT KAI di Rengasdengklok tercatat di dekat area strategis seperti Pasar Rengasdengklok, di mana sebagian lahannya dimiliki Pemda Karawang seluas 6.358 m² dan sebagian lainnya milik PT KAI. Namun, sejauh ini belum ditemukan informasi publik yang menyebutkan secara spesifik berapa luas lahan milik PT KAI yang telah dikuasai pihak ketiga di wilayah ini.
Pertanyaan kritis kemudian muncul: Siapa yang mengizinkan bangunan permanen berdiri di atas tanah negara? Apakah ada mekanisme sewa resmi kepada PT KAI? Atau, justru telah terjadi praktik liar yang menggerus hak negara?
Hingga berita ini ditulis, belum ada keterangan resmi dari PT KAI terkait status perizinan penggunaan lahan tersebut. Pihak rumah makan yang tertera dalam foto juga belum memberikan jawaban apakah mereka menyewa lahan secara sah atau tidak.
Apabila lahan tersebut disewakan oleh PT KAI, apakah pendapatannya masuk ke kas negara sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2016 tentang Perubahan atas PP Nomor 44 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penyertaan dan Pengelolaan Kekayaan Negara pada BUMN?
Jika tidak ada sewa resmi yang tercatat, maka negara berpotensi kehilangan pendapatan dari aset strategis yang telah dimanfaatkan pihak ketiga.

Dalam plang yang terpasang jelas tertulis bahwa pendirian bangunan tanpa izin melanggar Pasal 167 KUHP tentang memasuki pekarangan orang lain tanpa izin dan Undang-undang Nomor 51 Prp Tahun 1960 tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Izin yang Berhak atau Kuasanya. Ini bisa menjadi dasar hukum kuat untuk penertiban bangunan tak berizin.
Namun ironisnya, regulasi ini seperti tak bertaji. Bangunan demi bangunan tetap berdiri tanpa gangguan.
Apakah tanah ini pernah diperjuangkan untuk dibeli oleh pemilik bangunan? Jika iya, kepada siapa dan melalui mekanisme apa? Jika tidak, bagaimana bisa bangunan tersebut memperoleh izin mendirikan?
KabarGEMPAR.com akan terus menelusuri jejak administrasi dan hukum dari penggunaan lahan milik negara ini. Dalam waktu dekat, redaksi akan meminta keterangan dari PT KAI Daop 1 Jakarta sebagai pemegang otoritas wilayah Karawang dan dari Pemkab Karawang terkait pengawasan bangunan di atas tanah aset BUMN.
Laporan: Tim Kabar Karawang | Editor: Redaksi KabarGEMPAR.com