Kebijakan Dedi Mulyadi 50 Siswa Per Kelas, Langgar Standar Nasional Pendidikan

Wakil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Atip Latipulhayat, menyatakan bahwa kebijakan tersebut telah dalam pemantauan Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah.

BANDUNG | KabarGEMPAR.com – Kebijakan Gubernur Jawa Barat Kang Dedi Mulyadi (KDM) yang menambah jumlah siswa per kelas di sekolah menengah atas (SMA) hingga menjadi 50 orang menuai sorotan. Wakil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Wamendikdasmen), Atip Latipulhayat, menyatakan bahwa kebijakan tersebut telah dalam pemantauan Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen).

Atip Latipulhayat mengungkapkan bahwa Kemendikdasmen telah membicarakan kebijakan KDM ini dengan Dinas Pendidikan (Disdik) Jabar. Namun, ia enggan merinci hasil pembicaraan tersebut. “Kami sudah melakukan klarifikasi mengenai hal tersebut dan hasilnya beserta solusinya akan segera disampaikan,” ujar Atip kepada Republika pada Rabu (16/7/2025). Atip menambahkan bahwa penjelasan lebih lengkap akan disampaikan oleh Disdik Jabar, mengingat hal tersebut merupakan tugas pokok dan fungsi (tupoksi) Disdik Jabar.

JPPI Kritisi Kebijakan KDM: Langgar Standar Nasional Pendidikan

Di sisi lain, Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) melayangkan kritik tajam terhadap kebijakan KDM. Koordinator Nasional JPPI, Ubaid Matraji, menegaskan bahwa jumlah siswa per kelas sudah memiliki standar nasional yang disesuaikan dengan kemampuan guru dalam mengajar dan efektivitas siswa dalam belajar.

“Jadi ketika rombel (rombongan belajar) ditambah jadi 50 itu pasti efektivitas turun, kemampuan anak untuk bisa belajar jadi berkurang,” kata Ubaid kepada Wartawan, Selasa (15/7/2025). Ubaid menekankan bahwa guru akan kesulitan mengajar 50 siswa dalam satu kelas, sehingga kebijakan KDM dinilai tidak tepat, meskipun bertujuan baik untuk mencegah angka putus sekolah.

“Kebijakan KDM nggak jelas dasarnya, yang jelas langgar standar nasional pendidikan, nggak boleh seenaknya tambah rombel per kelas,” tegas Ubaid. JPPI pun meminta KDM untuk membedakan antara membuat konten dengan pembuatan kebijakan.

Dedi Mulyadi Siap Dihujat Demi Pendidikan

Menanggapi berbagai kritikan, Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi menyatakan kesiapannya untuk dihujat, dikritik, bahkan digugat demi masa depan pendidikan anak bangsa Jawa Barat. Ia menyebut bahwa memimpin bukanlah jalan yang mudah dan pasti akan menderita.

“Pemimpin itu harus siap menerima hujatan, kritikan, tuntutan bahkan gugatan. Saya memetik pelajaran berharga dari para pendiri bangsa yang mengingatkan bahwa memimpin itu menderita,” ucap Dedi pada Sabtu (12/7/2025).

Dedi menegaskan komitmennya untuk menyelamatkan pendidikan anak-anak Jawa Barat dan daerah lainnya. Ia mengaku siap dan rela dihujat oleh masyarakat atau warganet terkait kebijakan penambahan murid dalam satu kelas menjadi 50 orang, yang disebutnya bertujuan mengurangi angka putus sekolah.

Menurut Dedi, kebijakan ini bersifat tentatif dan akan diterapkan di wilayah tertentu, khususnya daerah terpencil yang kekurangan sekolah. Tujuannya agar anak-anak di sekitar sekolah dengan radius jauh bisa mendaftar ke sekolah tersebut. Sedangkan di daerah yang banyak sekolah, penambahan murid tidak perlu dilakukan.

Sebagai contoh, Dedi menjelaskan jika kuota di salah satu SMA negeri sebanyak 480 siswa, sedangkan yang mendaftar 500 orang, maka 20 siswa yang tersisa dapat dimasukkan ke sekolah tersebut. “Banyak orang yang menggoreng narasi penambahan jumlah murid maka banyak yang salah persepsi,” katanya.

Dedi Mulyadi menjanjikan bahwa dalam tiga tahun ke depan, Jawa Barat akan mencapai nol persen anak putus sekolah. Terkait dampak kebijakan ini terhadap sekolah swasta yang mungkin kekurangan murid, Dedi menyebut akan mengumpulkan perwakilan sekolah swasta untuk membahas masalah tersebut.

Laporan: Tim Kabar Jabar | Editor: Redaksi KabarGEMPAR.com

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Tutup