Jatah Solar UPTD II Rengasdengklok Pas-pasan, Armada Sampah Bekerja Tanpa Libur
KARAWANG | KabarGEMPAR.com – Masalah persampahan di Rengasdengklok, Kabupaten Karawang, tidak hanya dipicu oleh keterbatasan Tempat Pembuangan Sementara (TPS), tetapi juga terganjal oleh minimnya jumlah armada dan ketergantungan pada bahan bakar solar yang terbatas.
Berdasarkan data Rencana Umum Pengadaan (RUP) tahun 2025, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Karawang mengalokasikan sebanyak 63.875 liter biosolar untuk operasional UPTD II Rengasdengklok. Jumlah tersebut diperuntukkan bagi kendaraan operasional, termasuk truk pengangkut sampah.
Namun, fakta di lapangan menunjukkan bahwa ketersediaan solar tersebut hanya cukup untuk tujuh armada, dan itupun jika semuanya beroperasi penuh tanpa ada hari libur.
Kebutuhan BBM Capai 25 Liter per Hari per Armada
Salah satu sopir pengangkut sampah yang ditemui di TPS darurat sekitar Tugu Proklamasi Rengasdengklok mengungkapkan bahwa setiap truk membutuhkan 25 liter biosolar per hari untuk menjalankan tugasnya.
“Kami isi 25 liter per hari. Angkut sampah tiap hari, enggak pernah libur,” ujar sang sopir, Kamis (31/7/2025).
Jika dihitung, dengan 6 armada aktif dan satu armada dalam perbaikan, maka total kebutuhan BBM harian mencapai 150 liter, atau 54.750 liter per tahun.
Dengan demikian, alokasi 63.875 liter per tahun untuk UPTD II masih cukup, bahkan menyisakan sekitar 9.125 liter sebagai cadangan.

Namun, jika seluruh 7 armada aktif beroperasi penuh, maka kebutuhan tahunan tepat menyentuh angka 63.875 liter, artinya, tidak ada ruang untuk kenaikan volume operasional, kerusakan armada, atau tambahan rute darurat seperti TPS liar yang marak saat ini.
Satu Armada Masih Terparkir Akibat Kerusakan
Seperti diberitakan sebelumnya oleh KabarGEMPAR.com (10 Juli 2025), satu unit armada pengangkut sampah untuk wilayah Jayakerta terparkir lama di garasi UPTD II Rengasdengklok karena
mengalami kerusakan serius. Hal ini menyebabkan terganggunya operasional pengangkutan sampah di Jayakerta.
Dengan hanya enam armada yang tersedia, sopir dan petugas harus bekerja ekstra keras, bahkan mengangkut sampah dari lokasi yang bukan TPS resmi.
Gaji Minim dan Beban Kerja Tinggi
Selain soal armada dan bahan bakar, sopir truk sampah juga menghadapi tekanan dari sisi kesejahteraan. Mereka bekerja dari pukul 07.00 pagi hingga 21.00 malam tanpa hari libur, dengan gaji sebesar Rp2.950.000 per bulan. “Kerja dari pagi sampai malam, tiap hari. Gajinya ya segitu,” ujar sopir.
Tantangan Ganda: Infrastruktur dan Edukasi Warga
Minimnya TPS resmi dan rendahnya kesadaran warga untuk membuang sampah pada tempatnya menyebabkan terbentuknya TPS liar di berbagai titik, termasuk di kawasan bersejarah seperti Tugu Proklamasi Rengasdengklok.
DLH Karawang diharapkan segera melakukan evaluasi menyeluruh, mulai dari penambahan armada, pemeliharaan rutin, pengelolaan jatah BBM secara efisien, hingga peningkatan edukasi lingkungan bagi masyarakat.
Laporan: Tim Kabar Karawang | Editor: Redaktur KabarGEMPAR.com