Proyek Marka Jalan Rp 1,1 Miliar di Karawang Diduga Menyalahi Aturan, Praktisi Hukum: “Buang-Buang Anggaran”
KARAWANG | KabarGEMPAR.com – Proyek marka jalan senilai Rp 1,1 miliar yang dikerjakan Dinas Perhubungan (Dishub) Kabupaten Karawang pada tahun anggaran 2025 menuai sorotan tajam. Praktisi Hukum sekaligus Pengamat Kebijakan Publik, H. Asep Agustian, SH., MH., menilai proyek tersebut bukan hanya bermasalah dari sisi kualitas, tetapi juga berpotensi sebagai bentuk pemborosan anggaran karena pelaksanaannya diduga tidak sesuai aturan.
Dari total 49 titik proyek marka jalan, ditemukan sejumlah titik yang menyalahi aturan, di antaranya Jalan Raden H. Jaja Abdullah Al-Irsyad, Jalan Malabar, hingga Jalan Bogor, yang justru diberi marka meski ukuran jalannya tidak sesuai ketentuan.
“Itu jalan lingkungan (Jaling). Pertanyaannya, berapa lebar jalan yang boleh diberi marka? Emang boleh jalan lingkungan diberi marka jalan?” tegas Asep Agustian kepada wartawan, Sabtu (23/8/2025).
Jalan Sempit Diberi Marka, Jalan Utama Justru Dibiarkan
Pantauan KabarGEMPAR.com di lapangan menemukan fakta janggal. Sejumlah jalan lingkungan yang lebarnya kurang dari 3 meter justru dipasangi marka, sementara jalan utama yang jelas membutuhkan marka dibiarkan kosong.
Contohnya di Jalan Raya Pasar Proklamasi Rengasdengklok, salah satu jalur arteri ekonomi yang setiap hari dipadati kendaraan roda dua maupun roda empat, namun tidak dipasang marka sama sekali.
“Ini kan jadi janggal, jalan sempit malah dipaksa diberi marka, sementara jalan besar seperti Jalan Raya Pasar Proklamasi Rengasdengklok yang jelas membutuhkan marka malah dibiarkan kosong. Ini jelas buang-buang anggaran, karena tidak ada manfaat langsung bagi masyarakat,” kritik Asep.
Aturan Jelas, Tapi Diduga Dilanggar

Sesuai Permenhub Nomor 34 Tahun 2014 tentang Marka Jalan, pemasangan marka hanya dapat dilakukan pada jalan dengan fungsi tertentu dan lebar minimal 5,5 meter. Marka jalan diperuntukkan bagi jalan nasional, provinsi, kabupaten/kota, maupun jalan arteri atau kolektor.
Adapun untuk jalan lingkungan atau jalan lokal dengan lebar di bawah 5,5 meter, regulasi tidak mewajibkan adanya marka. Jika Dishub Karawang tetap memaksakan pemasangan pada jalan yang tidak sesuai ketentuan, sementara justru mengabaikan jalan raya yang lebih prioritas, maka hal ini dapat dikategorikan sebagai pemborosan anggaran sekaligus pelanggaran aturan.
Potensi Sanksi Hukum Mengintai
Asep menegaskan, jika terbukti menyalahi aturan, proyek ini bisa menyeret aparat pelaksana ke ranah hukum.
Sanksi Administratif: teguran, perintah perbaikan, pemutusan kontrak, hingga blacklist kontraktor.
Sanksi Keuangan: BPK maupun BPKP dapat menuntut ganti rugi atas kerugian negara karena penggunaan APBD yang tidak efisien.
Sanksi Pidana Korupsi: Berdasarkan UU Tipikor, penyalahgunaan kewenangan yang merugikan keuangan negara bisa dijerat Pasal 3 UU 31/1999 jo. UU 20/2001, dengan ancaman penjara minimal 1 tahun hingga 20 tahun dan denda Rp 50 juta – Rp 1 miliar.
“Kalau dibiarkan, ini berpotensi jadi praktik korupsi berjamaah. Harus ada audit forensik dari BPK atau BPKP,” tegas Asep.
Desakan Audit dan Evaluasi
Sorotan publik atas proyek ini semakin menguatkan desakan agar aparat pengawas internal pemerintah (APIP) maupun aparat penegak hukum segera turun tangan melakukan audit menyeluruh terhadap proyek marka jalan Dishub Karawang.
Hingga berita ini diterbitkan, Dinas Perhubungan Kabupaten Karawang belum memberikan keterangan resmi terkait dugaan pelanggaran aturan maupun temuan di lapangan yang mengindikasikan adanya potensi kerugian negara dari proyek senilai miliaran rupiah tersebut. Upaya KabarGEMPAR.com untuk memperoleh klarifikasi pun belum membuahkan hasil. Beberapa kali didatangi ke kantor, Kepala Dinas maupun Kepala Bidang terkait dikabarkan tidak berada di tempat.
Laporan: Tim Kabar Karawang | Editor: Redaksi KabarGEMPAR.com