Mendagri Tito Karnavian Ingatkan Kepala Daerah Soal TBC, Tapi Benarkah Pemda Selama Ini Serius?
JAKARTA | KabarGEMPAR.com – Instruksi keras Mendagri Muhammad Tito Karnavian kepada para gubernur, bupati, dan wali kota agar serius menangani tuberkulosis (TBC) memantik pertanyaan besar: sejauh mana pemerintah daerah (Pemda) benar-benar punya komitmen dalam menekan penyakit mematikan ini?
Dalam Forum 8 Gubernur Percepatan Eliminasi Tuberkulosis di Kantor Kemendagri, Selasa (26/8/2025), Tito menyebut TBC sebagai masalah serius yang butuh tindakan cepat. “Ini masalah nyawa, bukan sekadar angka statistik,” tegasnya.
Angka Kasus Tinggi, Komitmen Minim
Berdasarkan Global Tuberculosis Report 2024, Indonesia menempati posisi ketiga dunia dengan kasus TBC terbanyak. Tercatat 1.090.000 kasus TBC di Indonesia dengan angka kematian 125.000 jiwa. Angka ini menandakan kegagalan kolektif, terutama di tingkat daerah, dalam memperkuat sistem kesehatan.
Alih-alih memperlihatkan gebrakan nyata, banyak Pemda justru dinilai setengah hati. Program penanganan TBC kerap hanya sebatas formalitas: sosialisasi seremonial, laporan proyek, dan pencitraan lewat spanduk. Sementara pasien di lapangan masih kesulitan mengakses obat, alat deteksi, bahkan layanan dasar.
Ironi: Anggaran Besar, Hasil Minim
Sumber KabarGEMPAR.com di salah satu Pemprov Jawa menyebut bahwa anggaran program TBC mencapai puluhan miliar rupiah. Namun ironisnya, sebagian besar terserap pada kegiatan non-teknis seperti rapat, perjalanan dinas, dan seminar.
“Untuk obat dan layanan pasien sering kosong, tapi rapat-rapat penuh hotel berbintang,” ungkap seorang aktivis kesehatan masyarakat yang enggan disebut namanya.

Fenomena serupa juga ditemukan di daerah lain. Banyak pasien TBC di pedesaan harus menanggung biaya tambahan transportasi dan nutrisi sendiri, padahal seharusnya itu jadi tanggung jawab Pemda.
Politik Lebih Menarik daripada Kesehatan
Kegagalan Pemda mempercepat eliminasi TBC juga ditengarai karena perhatian kepala daerah lebih tersedot ke politik elektoral. Pemilihan kepala daerah 2024 menyisakan residu: banyak kepala daerah lebih sibuk konsolidasi kekuasaan ketimbang membenahi layanan kesehatan.
“Bicara TBC itu tidak populer, tidak mendongkrak elektabilitas. Jadi sering dikesampingkan,” kata Jiji Makriji, pengamat kebijakan publik.
Forum 8 Gubernur, Seremoni atau Aksi Nyata?
Dalam forum yang dipimpin Tito, delapan provinsi prioritas (Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera Utara, Sulawesi Selatan, dan NTT) menandatangani komitmen percepatan eliminasi TBC. Komitmen dibacakan oleh Gubernur Banten Andra Soni.
Namun publik mempertanyakan, apakah komitmen itu hanya akan berakhir sebagai dokumen simbolis? Sejarah menunjukkan, hampir setiap tahun ada deklarasi serupa, tetapi tren kasus tidak pernah turun signifikan.
Pesan Keras Mendagri
Tito berjanji bakal menggelar rapat rutin untuk memantau keseriusan Pemda. Ia juga mengingatkan agar kepala daerah menggunakan “power, otoritas, kebijakan, dan sumber daya” secara maksimal.
“Kalau Covid-19 yang lebih berat saja bisa kita atasi bersama, kenapa TBC yang vaksinnya sudah ada sejak lama justru masih tinggi? Ini soal kemauan politik,” tutup Tito.
Pertanyaan Publik
Instruksi Mendagri memang tegas, tetapi publik layak menagih bukti nyata. Apakah kepala daerah benar-benar akan turun tangan atau lagi-lagi menyerahkan urusan ini kepada laporan administrasi?
Sebab, di balik angka 1 juta kasus TBC, ada manusia nyata yang hidupnya terguncang. Ada keluarga yang kehilangan tulang punggungnya. Ada anak-anak yang tumbuh dalam ancaman penyakit mematikan.
Dan pada akhirnya, publik menunggu: apakah Forum 8 Gubernur ini jadi titik balik, atau sekadar seremoni tahunan yang hilang bersama berita-berita lainnya?
Laporan: Tim Kabar Nasional | Editor: Redaksi KabarGEMPAR.com