Perbup 39/2025: Jalan Panjang Karawang Menuju Tata Kelola Sampah Berkelanjutan
Penulis: Mulyadi | Pemimpin Redaksi
KABARGEMPAR.COM – Masalah sampah di Karawang bukan sekadar tumpukan plastik di jalan, bau menyengat di TPS, atau gunungan sampah di TPA Jalupang. Persoalan ini telah menembus batas: mencemari sungai, meracuni air tanah, hingga menyumbang emisi gas rumah kaca yang memperparah krisis iklim.
Di tengah kondisi darurat itu, lahirlah Peraturan Bupati Karawang Nomor 39 Tahun 2025 tentang Rencana Induk Sistem Pengelolaan Sampah (RISPS). Sebuah regulasi yang, bila dijalankan konsisten, bisa menjadi peta jalan Karawang menuju tata kelola sampah berkelanjutan.
Momentum Penting
Perbup 39/2025 menawarkan kerangka besar: mulai dari pemilahan di sumber, pengumpulan, pengolahan, pemanfaatan, hingga pemrosesan akhir. Prinsip 3R (Reduce, Reuse, Recycle) bukan lagi jargon, tapi kewajiban hukum. Bahkan, pemanfaatan gas metana dari sampah untuk energi turut diakomodasi, membuka peluang ekonomi sirkular yang bisa memberi nilai tambah bagi masyarakat.
Bila diterapkan, regulasi ini berpotensi menekan emisi metana (CH4) dari TPA Jalupang yang selama ini masih menerapkan open dumping, salah satu penyumbang polusi terbesar. Tak hanya udara yang lebih bersih, tetapi juga air tanah dan sungai yang selama ini tercemar lindi bisa diselamatkan.
Bayang-Bayang Tantangan
Namun, Perbup ini bukan jaminan otomatis. Fakta di lapangan menunjukkan tantangan besar:

TPA Jalupang nyaris kolaps, fasilitas pengolahan air lindi tidak berfungsi maksimal, dan sistem terbuka tetap berlangsung.
Partisipasi masyarakat masih rendah: cakupan layanan sampah baru 40,54 persen, artinya lebih dari separuh warga Karawang belum terlayani.
Risiko terbesar adalah regulasi hanya menjadi dokumen manis tanpa implementasi, sementara pencemaran terus merusak lingkungan.
Jalan Panjang yang Harus Ditempuh
Untuk menjadikan Perbup 39/2025 sebagai tonggak sejarah, ada beberapa langkah krusial:
- Transformasi TPA Jalupang
Jalupang harus segera ditutup dari praktik open dumping. Pilihannya jelas: sanitary landfill atau membangun waste-to-energy plant. Unit pengolahan air lindi wajib direvitalisasi agar tidak lagi mengalirkan racun ke sungai. - Penguatan Tata Kelola
Pengawasan berbasis masyarakat, audit lingkungan berkala, hingga penegakan hukum harus berjalan ketat. Tanpa itu, aturan hanya jadi macan kertas. - Pemberdayaan Masyarakat
Bank sampah dan UMKM daur ulang harus diintegrasikan dalam sistem resmi. Insentif berupa keringanan retribusi atau penghargaan bagi warga yang memilah sampah perlu digulirkan. - Kolaborasi Multisektor
Industri di Karawang wajib masuk dalam skema Extended Producer Responsibility (EPR). Perguruan tinggi dan startup teknologi hijau bisa menjadi mitra strategis menghadirkan inovasi pengelolaan sampah modern.
Tonggak Sejarah atau Janji Kosong?
Perbup 39/2025 bisa menjadi tonggak sejarah atau sekadar janji kosong. Kuncinya ada pada konsistensi eksekusi. Karawang tak boleh lagi terjebak pada pola lama: membangun aturan megah, tapi minim implementasi.
Sampah harus dilihat sebagai sumber daya, bukan sekadar masalah. Jika Karawang berani membangun sistem zero waste berbasis ekonomi sirkular, Perbup ini bukan hanya solusi teknis, melainkan strategi bertahan hidup menghadapi krisis iklim.
Dan di situlah Karawang bisa berdiri: sebagai daerah hijau, berdaya saing, dan berkelanjutan.*