Kenaikan PBB-P2 Karawang Mulai Januari 2026: Sah Secara Hukum, Tapi Beban Masyarakat Perlu Diperhatikan
Editorial KabarGEMPAR.com
Penulis: Mulyadi, Pemimpin Redaksi
PEMERINTAH Kabupaten Karawang akan menaikkan tarif Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) mulai Januari 2026. Kenaikan ini tertuang dalam Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2025, yang merevisi Pasal 8 Perda Nomor 17 Tahun 2023. Pemerintah daerah menghapus sistem tarif berjenjang dan menetapkan tarif flat 0,25% untuk seluruh objek pajak, kecuali lahan produksi pangan dan ternak yang dikenakan tarif 0,11%.
Sebelumnya, menurut Perda Nomor 17 Tahun 2023, PBB-P2 di Karawang diberlakukan dengan tarif berjenjang berdasarkan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). Aturannya sederhana: untuk NJOP sampai Rp1 miliar dikenakan tarif 0,12%, untuk NJOP Rp1–5 miliar dikenakan tarif 0,18%, sedangkan untuk NJOP di atas Rp5 miliar berlaku tarif 0,25%. Sistem ini mencerminkan prinsip ability to pay, yakni kemampuan membayar pajak sesuai tingkat kepemilikan aset. Dengan demikian, beban masyarakat kecil lebih ringan, sementara pemilik aset besar membayar lebih tinggi.
Menurut pemerintah daerah, revisi ini dilakukan setelah evaluasi terhadap Perda Nomor 17 Tahun 2023 sesuai ketentuan UU No. 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, serta PP No. 35 Tahun 2023 tentang Ketentuan Umum Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Evaluasi ini dilakukan oleh Kementerian Keuangan dan Kementerian Dalam Negeri untuk menyesuaikan muatan Perda dengan ketentuan nasional.
Dari sisi hukum, kebijakan ini sah. UU No. 1 Tahun 2022 dan PP No. 35 Tahun 2022 memberi kewenangan kepada pemerintah daerah menetapkan tarif PBB-P2 hingga 0,5%. Dengan tarif flat 0,25%, pemerintah daerah masih berada di bawah batas maksimum yang diperbolehkan.
Namun, langkah ini menimbulkan persoalan keadilan fiskal. Sistem tarif berjenjang sebelumnya memberikan keringanan bagi wajib pajak dengan NJOP rendah. Dengan tarif flat, rumah sederhana yang sebelumnya membayar pajak rendah kini harus membayar lebih tinggi, sementara pemilik properti mewah tetap membayar tarif yang sama. Kondisi ini berpotensi memberatkan masyarakat menengah ke bawah dan menimbulkan persepsi ketidakadilan.
KabarGEMPAR.com menilai pemerintah daerah perlu meninjau ulang kebijakan ini. Beberapa langkah yang dapat ditempuh antara lain: mempertimbangkan sistem berjenjang yang tetap sederhana namun adil, memberikan insentif atau pengurangan pajak bagi wajib pajak kecil, dan melakukan sosialisasi terbuka agar masyarakat memahami perubahan tarif dan mekanisme perhitungan PBB-P2 baru.
Pajak bukan hanya soal kepastian hukum. Pajak harus menjadi instrumen keadilan sosial dan kesejahteraan masyarakat. Mengorbankan keadilan demi kesederhanaan administrasi dapat menimbulkan persepsi ketidakadilan dan mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah daerah.*


