Anggaran Ratusan Miliar APBD Pendidikan Jabar 2025 Disorot, SMKN 2 Karawang Salah Satu yang Dipertanyakan

Ilustrasi Gedung Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat

BANDUNG | KabarGEMPAR.com – Alokasi besar-besaran Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2025 pada sektor pendidikan Jawa Barat menuai sorotan tajam. Dokumen resmi bertajuk Laporan Efisiensi dan Realokasi APBD TA 2025 yang diperoleh KabarGEMPAR.com menunjukkan bahwa ratusan miliar rupiah dialokasikan untuk pembangunan fisik sekolah, namun dinilai minim transparansi dan tidak rasional secara teknis.

Anggaran ini mencakup kegiatan rehabilitasi ruang kelas, pembangunan ruang kelas baru (RKB), ruang praktik siswa (RPS), hingga toilet sekolah, tersebar di ratusan SMA dan SMK di 27 kabupaten/kota se-Jawa Barat, termasuk di wilayah kerja KCD Pendidikan Wilayah IV yang meliputi Kabupaten Karawang, Purwakarta, dan Subang.

SMKN 2 Karawang Dapat Rp750 Juta, Padahal Bangunan Masih Layak

Salah satu sekolah yang menjadi sorotan adalah SMKN 2 Karawang. Sekolah ini tercatat menerima alokasi sebesar Rp750 juta untuk rehabilitasi tiga ruang kelas (Rp250 juta per ruang). Namun, berdasarkan pantauan lapangan, bangunan sekolah tersebut tampak masih dalam kondisi layak dan tidak mengalami kerusakan berat.

Ironisnya, pihak sekolah enggan menunjuk ruang kelas mana yang akan direhabilitasi. “Kami tidak bisa menunjukan, karena takut salah,” ujar Susi Amalia, Humas SMKN 2 Karawang saat dikonfirmasi.

Informasi internal menyebutkan bahwa bangunan yang akan direhab adalah tiga lokal lama, namun tidak dijelaskan apakah bersifat ringan, sedang, atau total.

Lebih dari itu, pekerjaan fisik hingga saat ini belum dimulai meski tahun anggaran telah berjalan di semester kedua. Hal ini mempertegas dugaan bahwa pengalokasian anggaran tidak melalui kajian teknis yang kredibel.

Rp250 Juta Per Kelas: Biaya Rehabilitasi Disamaratakan

Salah satu kejanggalan yang mencuat adalah digunakannya pola biaya seragam senilai Rp250 juta untuk setiap ruang kelas yang direhabilitasi, tanpa memerinci tingkat kerusakan (ringan, sedang, atau berat).

Padahal, berdasarkan standar biaya konstruksi yang berlaku dan pengalaman proyek sejenis, rehabilitasi kelas dengan tingkat kerusakan ringan hingga sedang umumnya hanya membutuhkan Rp70–150 juta per ruang.

“Angka ini mencurigakan karena sangat seragam dan besar. Tidak ada justifikasi kebutuhan mendesak, misalnya di SMKN 2 Karawang yang bangunannya masih utuh,” tegas HaetamiAbdallah, analis kebijakan pendidikan dari Peduli Indonesia Raya.

Skema Minim Pengawasan, RKB dan RPS Tanpa Tender Terbuka

Selain rehabilitasi, proyek pembangunan RKB dan RPS juga mendapat alokasi fantastis. Biaya pembangunan satu ruang kelas baru (RKB) dipatok Rp450 juta, sedangkan satu unit RPS menelan biaya hingga Rp1,8 miliar. Sama seperti rehabilitasi, kegiatan ini juga tidak melalui tender terbuka, melainkan skema e-Konstruksi, dan lagi-lagi tidak disertai rincian teknis yang terbuka ke publik.

Rp50 Juta Per Toilet Sekolah, Overpriced?

Tak hanya ruang kelas, proyek pengadaan toilet sekolah pun disorot. Satu bilik toilet dibanderol Rp50 juta dengan skema penyebaran ratusan unit di berbagai sekolah. Jika hanya mencakup sanitasi dasar tanpa septic tank terintegrasi, angka ini dinilai jauh dari efisiensi.

Puluhan Sekolah di KCD Wilayah IV Masuk Daftar Penerima

Berdasarkan informasi yang berhasil dihimpun, puluhan SMA dan SMK di bawah KCD Pendidikan Wilayah IV turut menerima alokasi anggaran ini, di antaranya:

Kabupaten Karawang: SMKN 2 Karawang, SMAN 1 Rengasdengklok, SMAN 1 Cikampek, SMKN 1 Karawang Barat, SMKN 1 Rengasdengklok, dan lainnya.

Kabupaten Purwakarta: SMKN 1 Purwakarta, SMKN 2 Purwakarta, SMAN 1 Purwakarta, SMAN 1 Campaka, dan lainnya.

Kabupaten Subang: SMKN 1 Subang, SMKN 2 Subang, SMAN 1 Subang, SMAN 2 Subang, SMAN 1 Cibogo, dan lainnya.

Total ada lebih dari 100 sekolah yang mendapatkan alokasi serupa, dengan pola biaya dan metode pelaksanaan yang nyaris identik.

Desakan Audit

Situasi ini mendorong jaringan masyarakat sipil, termasuk lembaga antikorupsi dan pegiat pendidikan, untuk mendesak audit menyeluruh oleh BPK RI dan Inspektorat Provinsi Jawa Barat. Publik juga menuntut keterbukaan data kajian teknis tiap sekolah penerima.

KabarGEMPAR.com telah mencoba menghubungi Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat untuk meminta konfirmasi dan klarifikasi, namun hingga berita ini dirilis, belum ada tanggapan resmi.

Laporan: Tim Redaksi Kabar Jabar | Editor: Redaktur KabarGEMPAR.com

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Tutup