BPD Kuta Ampel Pertanyakan Dasar Kebijakan Pemerataan Dana Operasional Perangkat Desa

Ilustrasi: Polemik pemerataan dana operasional di Kuta Ampel: BPD klaim tidak dilibatkan, publik menanti kejelasan data penerima.

KARAWANG | KabarGEMPAR.com – Kebijakan Pemerintah Desa Kuta Ampel, Kecamatan Batujaya, Kabupaten Karawang, terkait pemerataan dana operasional perangkat desa memunculkan keberatan dari Badan Permusyawaratan Desa (BPD). BPD menilai keputusan tersebut tidak memiliki dasar musyawarah yang jelas dan tidak melibatkan unsur pengawasan desa.

Ketua BPD Kuta Ampel, Walim Waluyo, mengemukakan bahwa pihaknya tidak pernah diundang atau dilibatkan dalam rapat terkait kebijakan pemerataan dana yang sebelumnya disebut sebagai hasil kesepakatan internal perangkat desa.

“Kami mempertanyakan dasar musyawarah tersebut. Jika benar untuk pemerataan, pemerintah desa perlu menjelaskan siapa saja penerimanya. BPD tidak pernah diberitahu atau diajak membahas persoalan ini,” ujar Ketua BPD kepada KabarGEMPAR.com, Senin (24/11/2025).

Anggota BPD, H. Karna, menyampaikan bahwa sejumlah perangkat desa mengaku keberatan atas kebijakan itu. Menurutnya, klaim bahwa keputusan dilakukan atas dasar kesadaran bersama tidak sepenuhnya sesuai dengan kondisi di lapangan.

“Beberapa staf dan kepala dusun mengadu kepada saya bahwa mereka merasa terpaksa. Mereka menyebut hanya menerima sebagian kecil dari hak mereka,” ungkapnya.

Ia menegaskan bahwa apabila kebijakan tersebut benar dilakukan untuk pemerataan, pemerintah desa perlu membuka data penerimanya agar tidak menimbulkan persepsi negatif di masyarakat.

Berpotensi Melanggar Regulasi

Advokat sekaligus pemerhati kebijakan publik, Asep Agustian, S.H., M.H., menilai pernyataan kepala desa mengenai pemerataan dana operasional justru mengindikasikan adanya potensi pelanggaran aturan pengelolaan keuangan desa.

“Pernyataan kepala desa tersebut dapat dianggap sebagai pengakuan adanya tindakan yang bertentangan dengan ketentuan hukum. Dana operasional perangkat desa memiliki peruntukan yang jelas dan tidak dapat dialihkan tanpa dasar hukum yang sah,” kata Asep.

Asep merujuk sejumlah regulasi yang mengatur tata kelola keuangan desa, antara lain:

UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, yang mengatur bahwa setiap pengambilan keputusan terkait keuangan desa harus melalui mekanisme perencanaan dan persetujuan bersama BPD.

Permendagri Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Keuangan Desa, yang melarang adanya pengurangan hak perangkat desa tanpa dukungan dokumen resmi dalam APBDes.

UU Tindak Pidana Korupsi Pasal 3, yang dapat menjerat penyalahgunaan kewenangan dalam pengelolaan dana publik.

“Apabila pemerataan dilakukan tanpa persetujuan BPD dan tidak tercatat dalam APBDes, maka tindakan tersebut dapat dikategorikan sebagai penyalahgunaan kewenangan,” ujarnya.

BPD Minta Pemerintah Desa Transparan

BPD Kuta Ampel meminta pemerintah desa membuka data penggunaan dana operasional secara detail, termasuk:

  • perangkat desa yang terkena pemotongan,
  • jumlah dana yang dialokasikan kembali,
  • serta penerima dana pemerataan.

Ketua BPD menegaskan pentingnya transparansi agar tidak terjadi kesalahpahaman yang dapat memengaruhi kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah desa.

Polemik terkait kebijakan pemerataan dana operasional perangkat desa di Kuta Ampel menunggu klarifikasi lanjutan dari pemerintah desa. BPD berharap proses penyelesaian dilakukan sesuai ketentuan perundang-undangan dan prinsip akuntabilitas dalam tata kelola pemerintahan desa.

Laporan: Tim Kabar Karawang

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *