Dugaan Pencemaran Limbah PT Metro Pearl Indonesia, Sungai Purwakarta Terancam Kotoran Industri

Ilustrasi PT Metro Pearl Indonesia, perusahaan besar penghasil sepatu ekspor yang berlokasi di Desa Bunder, Kecamatan Jatiluhur.

PURWAKARTA | KabarGEMPAR.com – Isu lingkungan kembali mencuat di Kabupaten Purwakarta. Kali ini sorotan publik tertuju pada PT Metro Pearl Indonesia, perusahaan besar penghasil sepatu ekspor yang berlokasi di Desa Bunder, Kecamatan Jatiluhur. Perusahaan yang mempekerjakan sekitar 8.000 buruh ini diduga belum memiliki instalasi pengolahan air limbah (IPAL) untuk mengelola limbah domestik dari aktivitas ribuan karyawannya.

Kekhawatiran tersebut disampaikan oleh Ir. Zaenal Abidin, MP, Ketua Komunitas Madani Purwakarta (KMP). Menurutnya, dugaan ini bukan hal sepele. Dengan jumlah pekerja sebanyak itu, potensi limbah domestik yang dihasilkan setiap hari bisa mencapai 400–800 ribu liter air kotor. Bahkan jika diasumsikan penghematan penggunaan air, minimal tetap sekitar 240 ribu liter limbah cair yang harus dikelola setiap harinya.

“Kalau volume sebesar itu tidak diolah melalui IPAL, maka risikonya sangat serius. Air limbah bisa mengalir ke sungai atau meresap ke tanah warga. Akibatnya, sungai bisa berubah menjadi septic tank raksasa,” ujar Zaenal kepada KabarGEMPAR.com.

Ia menambahkan, limbah domestik dari aktivitas ribuan karyawan bisa mengandung kotoran manusia, detergen, amonia, minyak, dan padatan organik, yang semuanya berpotensi mencemari air tanah dan sumber air warga sekitar.

Diduga Melampaui Baku Mutu Lingkungan

Kajian literasi lingkungan yang dilakukan oleh KMP menunjukkan, jika limbah domestik tersebut tidak diolah, maka kadar pencemaran berpotensi melampaui baku mutu air limbah (BMAL) hingga 5–7 kali lipat dari batas yang diizinkan.
Berikut perkiraan kadar limbah domestik mentah dari ribuan pekerja:

  • BOD: 200–220 mg/L (BMAL ≤ 30 mg/L)
  • COD: 400–500 mg/L (BMAL ≤ 100 mg/L)
  • TSS: 120–150 mg/L (BMAL ≤ 30 mg/L)
  • Amonia: 40–50 mg/L (BMAL ≤ 10 mg/L)
  • Minyak & Lemak: 15–20 mg/L (BMAL ≤ 5 mg/L)

Dengan kondisi tersebut, Zaenal menilai pembuangan limbah tanpa pengolahan bukan hanya pelanggaran teknis, tetapi juga berpotensi melanggar hukum.

“Permen LHK No. 11 Tahun 2025 sudah jelas. Setiap kegiatan yang menghasilkan limbah domestik lebih dari 3.000 liter per hari wajib memiliki dan mengoperasikan IPAL. Apalagi ini mencapai ratusan ribu liter,” tegasnya.

Potensi Pelanggaran dan Sanksi Hukum

Jika dugaan itu benar, PT Metro Pearl Indonesia bisa dijerat Pasal 60 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH), serta PP Nomor 22 Tahun 2021 tentang penyelenggaraan perlindungan lingkungan.

Keduanya menegaskan bahwa setiap pelaku usaha wajib mengolah limbah cair sebelum dibuang ke lingkungan. Pelanggaran terhadap ketentuan tersebut bahkan bisa berujung pidana:

  • Pasal 98 UU PPLH: Pencemaran dengan sengaja dapat dihukum penjara 3–10 tahun dan denda Rp3–10 miliar.
  • Pasal 99: Jika karena kelalaian, pidana 1–3 tahun dan denda Rp1–3 miliar.
  • Pasal 104: Membuang limbah tanpa izin juga dapat dipidana 1–3 tahun dan denda Rp1–3 miliar.

Warga Bisa Jadi Korban, Negara Harus Hadir

Zaenal menegaskan, dalam kasus ini masyarakat menjadi pihak yang paling rentan. Air sungai dan air tanah yang digunakan warga sehari-hari bisa tercemar bakteri, zat kimia, dan logam berat, yang berdampak langsung pada kesehatan.

“Perusahaan bisa saja menikmati keuntungan besar dari bisnis ekspor, tapi rakyat Purwakarta yang menanggung akibatnya. Ini bukan sekadar masalah teknis, tapi soal keadilan lingkungan,” kata Zaenal.

KMP bersama sejumlah elemen masyarakat sipil pun menuntut agar:

  1. Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Purwakarta dan DLH Jawa Barat segera melakukan inspeksi mendadak di area perusahaan.
  2. Jika terbukti melanggar, perusahaan harus dikenai sanksi tegas — mulai dari denda administratif hingga pencabutan izin operasional.
  3. Aparat penegak hukum diminta untuk tidak ragu menindak dengan pidana lingkungan apabila terdapat bukti kuat pelanggaran hukum.

“Kami tidak akan diam jika Purwakarta dijadikan korban keserakahan industri. Negara harus hadir. Hukum lingkungan jangan tajam ke bawah tapi tumpul ke atas,” pungkas Zaenal Abidin.

Hingga berita ini diterbitkan, redaksi masih berupaya mengonfirmasi pihak PT Metro Pearl Indonesia dan Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Purwakarta terkait dugaan tersebut.

Reporter: Heri Juhaeri

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *