Dugaan Jual Beli Kursi di SMAN 1 Karawang Kian Menguat, Wali Murid: Anak Saya Gagal Masuk karena Tak Punya Uang

Ilustrasi KabarGEMPAR.com

KARAWANG | KabarGEMPAR.com – Dugaan praktik jual beli kursi dalam proses Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) di SMAN 1 Karawang, Jawa Barat tahun ajaran 2025/2026 semakin menguat. Pengakuan dari lebih dari satu wali murid membuka dugaan terjadinya penyimpangan serius dalam sistem penerimaan di sekolah negeri unggulan tersebut.

Seorang wali murid mengungkapkan bahwa ia berhasil memasukkan anaknya ke SMAN 1 Karawang melalui bantuan seorang perantara dengan membayar uang sebesar Rp15 juta. Pengakuan tersebut disampaikannya dalam percakapan informal tanpa menyadari bahwa lawan bicaranya adalah wartawan, Senin (21/7/2025).

Ia menyebutkan bahwa anaknya tidak lolos melalui jalur zonasi maupun nilai rapor, namun akhirnya diterima setelah dibantu seseorang yang mengaku memiliki koneksi di lingkungan sekolah.

Pengakuan serupa muncul dari wali murid lain yang ditemui KabarGEMPAR.com, Rabu (23/7/2025). Ia mengaku anaknya gagal diterima, karena tidak mampu memenuhi permintaan sejumlah uang yang dijanjikan oleh pihak tertentu.

“Ada yang menawarkan bantuan agar anak saya bisa masuk, asalkan saya menyiapkan uang. Tapi karena saya tidak punya uang, anak saya akhirnya tidak diterima,” ujar wali murid itu dengan nada kecewa.

Yang lebih memprihatinkan, informasi yang dihimpun dari sejumlah sumber menyebutkan bahwa bukan hanya terjadi praktik titipan melalui perantara, tetapi juga terdapat dugaan perubahan data nilai rapor agar calon siswa dapat masuk melalui jalur rapor.

Pertanyaannya, mengapa pihak sekolah membuka celah bagi praktik semacam ini? Jika hanya satu kasus, mungkin bisa dianggap sebagai penyimpangan individu. Namun ketika pengakuan datang dari lebih dari satu orang, dan bahkan melibatkan dugaan manipulasi data, maka ini bukan lagi kesalahan biasa, ini sistem yang dipelintir.

“Mungkin ini titipan? Tapi kalau sampai nilai rapor diubah, ini bukan lagi sekadar praktik ilegal, tapi sudah menyentuh ranah pidana,” ujar seorang pemerhati pendidikan di Karawang.

Jika benar terdapat pemberian uang kepada oknum untuk meloloskan siswa, maka pihak yang terlibat dapat dijerat Pasal 5 dan Pasal 12 huruf e Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Ancaman hukumannya mencakup pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun, serta denda antara Rp200 juta hingga Rp1 miliar.

Bagi pelaku yang menjanjikan kelulusan bukan bagian dari sekolah dan tidak memiliki kewenangan resmi, maka dapat dijerat Pasal 378 KUHP tentang penipuan. Sedangkan bila terbukti terjadi pengubahan data nilai rapor secara ilegal, maka dapat dikenakan Pasal 263 KUHP tentang pemalsuan dokumen.

Lebih jauh, keterlibatan aparatur sipil negara (ASN) dalam praktik ini dapat dikenakan sanksi administratif hingga pemberhentian tidak hormat, sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil.

Peraturan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Nomor 3 Tahun 2025 secara tegas mewajibkan seluruh proses penerimaan murid baru di sekolah negeri dilaksanakan secara objektif, transparan, akuntabel, dan berkeadilan. Setiap pelanggaran terhadap prinsip tersebut merupakan bentuk pengkhianatan terhadap integritas penyelenggaraan pendidikan nasional.

KabarGEMPAR.com mendesak Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat segera melakukan investigasi dan audit menyeluruh terhadap seluruh proses SPMB di SMAN 1 Karawang. Pemerintah harus memastikan bahwa pendidikan tidak ternodai oleh kepentingan pribadi dan transaksi gelap.

Hingga berita ini diturunkan, pihak SMAN 1 Karawang belum memberikan klarifikasi resmi. Redaksi KabarGEMPAR.com masih terus berupaya menghubungi pihak sekolah maupun Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat untuk memperoleh penjelasan.

Laporan: Tim Kabar Karawang | Editor: Redaktur KabarGEMPAR.com

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Tutup