Kedudukan Hukum Sertifikat Tanah yang Terbit Sebelum Akta Jual Beli
Oleh: Mulyadi
KABARGEMPAR.COM – Dalam sistem hukum agraria Indonesia, hak milik atas tanah merupakan bentuk penguasaan yang paling kuat, penuh, dan dapat diwariskan. Hak ini dapat dialihkan kepada pihak lain melalui mekanisme hukum yang sah, seperti jual beli atau hibah. Ketentuan tersebut diatur dalam Pasal 20 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA).
Subjek hukum yang berhak memiliki hak milik atas tanah adalah warga negara Indonesia dan badan hukum tertentu, termasuk lembaga sosial dan keagamaan. Namun, tanah yang dikuasai oleh badan hukum tersebut wajib digunakan sesuai dengan fungsi sosialnya, sebagaimana tercantum dalam Pasal 4 Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 1963.
Asas Terang dan Tunai dalam Jual Beli Tanah
Jual beli tanah dalam hukum Indonesia harus memenuhi asas terang dan tunai:
Terang, artinya dilakukan secara terbuka di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) atau pejabat yang berwenang.
Tunai, artinya pembayaran dilakukan secara lunas pada saat transaksi berlangsung.
Untuk tanah berstatus hak milik, asas terang diwujudkan melalui pembuatan Akta Jual Beli (AJB) oleh PPAT. Akta ini menjadi syarat utama untuk mendaftarkan peralihan hak ke Kantor Pertanahan, sebagaimana diatur dalam Pasal 37 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.

Apabila di suatu daerah belum tersedia PPAT secara memadai, maka pejabat pemerintah tertentu dapat ditunjuk untuk melaksanakan fungsi tersebut, sesuai ketentuan dalam Pasal 1 angka 2 PP Nomor 24 Tahun 2016, yang mengubah PP Nomor 37 Tahun 1998.
Akta jual beli yang dibuat oleh PPAT termasuk akta autentik, yang memiliki kekuatan pembuktian sempurna menurut hukum. Hal ini ditegaskan dalam Yurisprudensi Mahkamah Agung RI Nomor 937 K/Sip/1970 tanggal 22 Maret 1972.
Peralihan Hak dan Pentingnya Akta Jual Beli
Pasal 1459 KUHPerdata menyatakan bahwa hak milik atas suatu benda berpindah saat dilakukan penyerahan (levering). Untuk benda tidak bergerak seperti tanah, penyerahan ini harus disertai akta dan dicatat dalam buku tanah, sesuai ketentuan Pasal 616 dan 620 KUHPerdata.
Dalam konteks pertanahan, peralihan hak atas tanah baru dianggap sah apabila telah melalui:
1. Pembuatan Akta Jual Beli oleh PPAT, dan
2. Pendaftaran di Kantor Pertanahan hingga terbit sertifikat hak atas tanah atas nama pembeli.
Hal ini ditegaskan dalam Pasal 19 ayat (1) dan (2) UUPA juncto Penjelasan Pasal 39 ayat (1) PP Nomor 24 Tahun 1997.
Permasalahan Hukum: Sahkah Sertifikat Diterbitkan Sebelum Akta Jual Beli?
Permasalahan penting yang kerap muncul dalam praktik pertanahan adalah:
Apakah sah secara hukum jika sertifikat hak atas tanah diterbitkan lebih dahulu dibandingkan akta jual beli?
Untuk menjawabnya, kita merujuk pada Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 1588 K/Pdt/2001, yang kini menjadi yurisprudensi tetap. Putusan ini dibacakan oleh Majelis Hakim Agung yang terdiri dari German Hoediarto, S.H. (Ketua), Artidjo Alkostar, S.H., dan Mansur Kartayasa, S.H. (Anggota) dalam persidangan terbuka tanggal 30 Juni 2004.
Dalam putusan tersebut ditegaskan bahwa:
Sertifikat hak atas tanah yang diterbitkan tanpa didahului oleh akta jual beli dinyatakan tidak sah secara hukum.
Dengan demikian, proses peralihan hak yang sah harus dimulai dari:
1. Pembuatan Akta Jual Beli oleh PPAT,
2. Pendaftaran peralihan hak di Kantor Pertanahan, dan
3. Penerbitan sertifikat atas nama pemilik baru.
Putusan ini juga dimuat dalam Buku Yurisprudensi Mahkamah Agung RI Tahun 2025, dan menjadi pedoman penting dalam praktik hukum pertanahan di Indonesia.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa akta jual beli merupakan syarat mutlak dan awal yang sah dalam proses peralihan hak milik atas tanah. Sertifikat hak atas tanah yang diterbitkan tanpa didahului oleh akta jual beli adalah cacat hukum, dan tidak memiliki kekuatan pembuktian yang sah sebagai bukti kepemilikan.
Oleh karena itu, masyarakat diimbau untuk lebih cermat dan berhati-hati dalam melakukan transaksi jual beli tanah. Pastikan seluruh proses mengikuti ketentuan hukum yang berlaku agar terhindar dari sengketa di kemudian hari.
Semoga artikel ini menjadi referensi hukum yang valid, praktis, dan bermanfaat dalam memahami prosedur jual beli tanah yang sah di Indonesia.