Kejati Jabar Bongkar Dugaan Korupsi Tunjangan DPRD Bekasi 2022–2024
BANDUNG | KabarGEMPAR.com – Penanganan dugaan korupsi tunjangan perumahan pimpinan dan anggota DPRD Kabupaten Bekasi memasuki babak baru. Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Barat resmi menahan satu dari dua tersangka yang diduga terlibat dalam penyimpangan anggaran tunjangan perumahan pada periode 2022 hingga 2024. Nilai kerugian negara yang ditimbulkan tidak kecil, sekitar Rp20 miliar, yang diyakini muncul akibat manipulasi penetapan besaran tunjangan tanpa mekanisme penilaian publik yang sah.
Asisten Tindak Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Jawa Barat, Roy Rovalino, mengungkapkan bahwa penetapan dua tersangka tersebut merupakan hasil pendalaman penyidikan yang telah berlangsung sejak beberapa bulan terakhir. Dua tersangka itu masing-masing berinisial R.A.S., Sekretaris DPRD Kabupaten Bekasi sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), dan S., Wakil Ketua DPRD Kabupaten Bekasi periode 2022–2024.
“Penetapan tersangka dilakukan berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Barat. Dari hasil pemeriksaan, ditemukan adanya indikasi kuat penyimpangan dalam penentuan besaran tunjangan perumahan,” ujar Roy Rovalino dalam keterangan resminya di Bandung, Selasa (9/12/2025).
Awal Mula Kasus
Kasus ini bermula pada 2022, ketika jajaran pimpinan dan anggota DPRD Kabupaten Bekasi mengusulkan kenaikan tunjangan perumahan. Menindaklanjuti usulan tersebut, tersangka R.A.S. menunjuk Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) Antonius untuk melakukan penilaian nilai wajar tunjangan perumahan.
KJPP kemudian menetapkan nilai tunjangan sebesar Rp42,8 juta untuk Ketua DPRD, Rp30,35 juta untuk Wakil Ketua, dan Rp19,8 juta untuk anggota DPRD. Penilaian ini seharusnya menjadi dasar acuan resmi sesuai dengan ketentuan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 101/PMK.01/2014.
Namun, hasil penilaian tersebut ternyata tidak diterima oleh pimpinan dan anggota DPRD. Menurut penyidik, proses selanjutnya justru membuka jalan bagi praktik manipulasi. Besaran tunjangan kemudian ditetapkan sendiri oleh pihak DPRD yang dipimpin tersangka S., tanpa merujuk pada hasil KJPP dan tanpa mekanisme penilaian publik yang diwajibkan.
Penyimpangan Mekanis Penilaian
Aspidsus menjelaskan bahwa langkah yang diambil tersangka S. tersebut dinilai melanggar ketentuan, karena penetapan tunjangan perumahan bagi pejabat negara tidak dapat dilakukan secara mandiri. Penilaiannya wajib dilakukan lembaga independen sebagai bentuk kontrol publik.
“Tindakan yang dilakukan para tersangka bertentangan dengan aturan yang berlaku. Keputusan menetapkan sendiri nilai tunjangan sangat membuka ruang penyimpangan dan diduga menjadi akar kerugian negara,” jelas Roy.
Dari penyidikan, ditemukan selisih signifikan antara angka penilaian KJPP dan nilai tunjangan yang akhirnya dicairkan. Selisih inilah yang kemudian berkontribusi pada kerugian negara sekitar Rp20 miliar selama kurun waktu dua tahun anggaran.
Status Hukum dan Penahanan
Atas perbuatannya, kedua tersangka dijerat Pasal 2 dan Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Untuk mempercepat penyidikan, Kejati Jawa Barat menahan tersangka R.A.S. di Rumah Tahanan Kelas I Kebon Waru selama 20 hari, mulai 9 hingga 28 Desember 2025. Sementara itu, tersangka S. tidak ditahan karena tengah menjalani hukuman pidana di Lapas Sukamiskin atas kasus lain.
Roy menegaskan Kejati Jawa Barat tetap berkomitmen mengusut tuntas perkara ini. Tidak tertutup kemungkinan adanya tersangka baru apabila penyidikan menemukan keterlibatan pihak lain.
“Penyidik akan terus mendalami seluruh alur penetapan dan penyaluran tunjangan perumahan tersebut. Siapa pun yang terbukti turut serta, akan diproses sesuai ketentuan hukum,” tandas Roy.
Langkah Lanjut Kejaksaan
Kejati Jawa Barat memastikan penyidikan tidak berhenti pada penahanan tersangka. Sejumlah dokumen, termasuk keputusan internal DPRD, hasil penilaian KJPP, hingga arsip pencairan anggaran, sedang diperiksa lebih lanjut. Penyidik juga menjadwalkan memanggil sejumlah saksi tambahan untuk mengungkap peran masing-masing pihak.
Kasus ini sekaligus menjadi sorotan publik karena menyangkut pengelolaan anggaran daerah yang seharusnya transparan dan akuntabel. Dugaan penyimpangan tunjangan perumahan di DPRD Bekasi menambah daftar panjang praktik korupsi di sektor legislatif daerah.
Laporan: Tim Kabar Jabar
