Kepala Desa Nganjuk Gugat UU Kejaksaan ke MK: “Bidang Intelijen” dan “Penyelidikan” Dinilai Berpotensi Disalahgunakan

Kewenangan Jaksa di Bidang Intelijen Dipersoalkan! Kepala Desa Nganjuk Gugat Pasal UU Kejaksaan ke MK karena dinilai multitafsir dan rawan disalahgunakan.

JAKARTA | KabarGEMPAR.com – Kepala Desa Dadapan, Kecamatan Ngronggot, Kabupaten Nganjuk, Yuliantono, resmi mengajukan permohonan uji materi terhadap Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia (UU Kejaksaan) ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Yuliantono menyoroti Pasal 30B UU Kejaksaan, khususnya frasa “bidang intelijen” dan “penyelidikan”, yang menurutnya berpotensi menimbulkan multitafsir dan memberi peluang penyalahgunaan kewenangan. Kepala desa itu menilai aturan tersebut tidak menjamin kepastian hukum dan mengabaikan hak konstitusional warga negara di hadapan hukum.

Bunyi Pasal 30B yang digugat adalah sebagai berikut:

Pasal 30B
Dalam bidang intelijen penegakan hukum, Kejaksaan berwenang:
a. menyelenggarakan fungsi penyelidikan, pengamanan, dan penggalangan untuk kepentingan penegakan hukum;
b. menciptakan kondisi yang mendukung dan mengamankan pelaksanaan pembangunan;
c. melakukan kerja sama intelijen penegakan hukum dengan lembaga intelijen dan/atau penyelenggara intelijen negara lainnya, di dalam maupun di luar negeri;
d. melaksanakan pencegahan korupsi, kolusi, nepotisme; dan
e. melaksanakan pengawasan multimedia.

Kuasa hukum Yuliantono, Prayogi Laksono, menekankan bahwa kewenangan penyelidikan harus diatur secara jelas dalam undang-undang, termasuk siapa pejabat yang berwenang melakukannya. Menurutnya, UU Kejaksaan tidak menjelaskan hal ini secara tegas sehingga bertentangan dengan prinsip negara hukum.

Prayogi juga mengutip Putusan MK Nomor 28/PUU-V/2007, yang sebelumnya menegaskan bahwa KUHAP dan UU KPK telah jelas mengatur kedudukan penyelidik. Berdasarkan hal itu, Yuliantono meminta MK menyatakan Pasal 30B huruf a UU Kejaksaan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.

Selain itu, permohonan menyebutkan agar MK menyatakan frasa “Bidang Intelijen” dan “Penyelidikan” dalam Pasal 30B UU Kejaksaan bertentangan dengan UUD NRI 1945.

Dalam sidang, Hakim MK Guntur Hamzah mempertanyakan latar belakang pengajuan permohonan tersebut. Guntur menyoroti pernyataan pemohon mengenai adanya penyelidikan yang tidak sesuai KUHAP dan menanyakan apakah Yuliantono sudah melaporkan hal itu ke Komisi Kejaksaan.

“Kalau bicara caranya tidak sesuai KUHAP, misalnya untuk penyelidikan, kan ada Komisi Kejaksaan,” kata Guntur. Ia menambahkan, dugaan pelanggaran penyelidikan yang dilakukan oknum kejaksaan bukan berarti norma undang-undangnya bermasalah. Masalah tersebut menurutnya lebih pada tataran pelaksanaan, bukan norma hukum yang ada.

Guntur juga menekankan, perilaku oknum yang menyimpang, seperti mengintimidasi atau menggertak, tidak bisa dijadikan dasar menguji pasal UU. “Kalau oknumnya macam-macam, itu kembali ke oknum, karena semuanya harus ada tata caranya,” ujarnya.

Permohonan Yuliantono ini akan menjadi salah satu sorotan publik terkait batasan kewenangan jaksa di bidang intelijen dan penyelidikan, serta urgensi kepastian hukum bagi masyarakat di tengah dinamika pelaksanaan undang-undang.

Laporan: Tim Kabar Nasional | Editor: Redaksi KabarGEMPAR.com

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Tutup