KMP Laporkan Dugaan Korupsi DBHP Rp 71,7 Miliar ke KPK, Dedi Mulyadi Diduga Terlibat

Komunitas Madani Purwakarta (KMP) secara resmi melaporkan dugaan tindak pidana korupsi terkait Dana Bagi Hasil Pajak (DBHP) senilai Rp 71,7 miliar kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Komunitas Madani Purwakarta menuding adanya penundaan dan pengalihan Dana Bagi Hasil Pajak (DBHP) 2016–2018 tanpa dasar hukum, menyeret pejabat lintas periode.

JAKARTA | KabarGEMPAR.com – Komunitas Madani Purwakarta (KMP) secara resmi melaporkan dugaan tindak pidana korupsi terkait Dana Bagi Hasil Pajak (DBHP) senilai Rp 71,7 miliar kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Laporan dengan nomor register 2025-A-04504 ini menyoroti penundaan dan pengalihan DBHP pada Tahun Anggaran 2016–2018 saat Dedi Mulyadi menjabat Bupati Purwakarta. Laporan resmi disampaikan, Kamis (20/11/2025).

Dalam laporan resminya, KMP menegaskan, DBHP bersifat wajib disalurkan (mandatory spending), tetapi dana tersebut justru ditahan dan dibayarkan lintas tahun anggaran tanpa adanya Keadaan Luar Biasa (KLB). Temuan utama menunjukkan:

  1. DBHP 2016 baru dibayarkan melalui SP2D 2020, dengan sisa Rp 19,4 miliar belum tersalurkan.
  2. DBHP 2017 dicairkan melalui SP2D 2019 sebesar Rp 24,47 miliar.
  3. DBHP 2018 dibayarkan SP2D 2019, namun masih menyisakan Rp 257 juta.
  4. Total sisa DBHP 2016–2018 sebesar Rp 19,73 miliar dimasukkan ulang ke P-APBD 2025 seolah sebagai “utang desa”.

“Keterlambatan dan pembayaran lintas tahun ini menunjukkan pola penyimpangan yang tidak bisa lagi dijelaskan sebagai kesalahan teknis,” kata Zaenal Abidin, Ketua KMP.

Dugaan Penyimpangan dan Penyalahgunaan Wewenang

KMP mengungkapkan sejumlah indikasi pelanggaran serius:

  • Penyimpangan aliran dan penggunaan DBHP.
  • Manipulasi pembukuan antar tahun anggaran.
  • Penyesatan dokumen publik melalui narasi “utang DBHP”.
  • Penyalahgunaan kewenangan oleh pemegang kas daerah.
  • Potensi kerugian negara dan pemberian keuntungan pihak tertentu.
  • Upaya menutup kasus melalui P-APBD 2025 tanpa audit tracing.
  • Menurut KMP, unsur pasal 2, 3, dan 15 UU Tipikor telah terpenuhi.

Pejabat yang Diduga Terlibat

Dugaan keterlibatan meliputi pejabat Pemkab Purwakarta periode 2016–2018, pejabat periode 2019–2023 dan 2025–2030, BPKAD/DPKAD sebagai pemegang kas, OPD terkait perencanaan dan penganggaran, hingga unsur pimpinan DPRD yang menyetujui P-APBD tanpa dasar audit.

Bukti Lengkap Diserahkan ke KPK

KMP mengaku telah menyerahkan lebih dari 40 dokumen sebagai alat bukti, meliputi:

  • Bukti Primer Negara: SP2D, LHP BPK 2019–2025, dokumen BKAD.
  • Bukti Regulasi & Legalitas: Perbup 141/2015, 162/2018, 211/2018; Kep DPRD 171.1/2019; Kep Bupati 145.45/2025.
  • Bukti Pernyataan Publik & Media: Video pernyataan bupati, ketua DPRD, dan laporan media terkait penggunaan DBHP.
  • Bukti Korespondensi Resmi KMP: Surat ke BPK, Kemendagri, DJPK, DPRD, Bupati, dan PPID.
  • Bukti Analisis Internal: Nota analisis hukum DBHP 2016–2018, rekonsiliasi dana, resume investigasi.

“Kami siap membuka seluruh dokumen, bukti primer, hingga rekaman pernyataan pejabat jika diperlukan KPK. Tidak ada yang bisa disembunyikan lagi,” tegas Zaenal.

Permintaan KMP ke KPK

KMP mendesak KPK untuk:

  1. Menyelidiki dugaan tindak pidana korupsi DBHP 2016–2018.
  2. Melakukan audit investigatif atas penggunaan DBHP selama masa penundaan.
  3. Memeriksa pejabat pengelola kas daerah lintas periode.
  4. Mengambil tindakan hukum untuk memulihkan hak fiskal 192 desa di Purwakarta.

Zaenal menegaskan, “Ini bukan persoalan teknis. Ini kejahatan anggaran bernilai 71,7 miliar. KPK harus membuka aliran dana, memeriksa pejabat lintas periode, dan menindak siapapun yang terlibat.”

Laporan: Tim Kabar Nasional

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *