Komisi Marketing Freelance Properti di Majalengka Dianggap Tak Sesuai Aturan
MAJALENGKA | KabarGEMPAR.com – Pesatnya pembangunan rumah subsidi di Kabupaten Majalengka seiring tumbuhnya kawasan industri menciptakan banyak peluang kerja di sektor properti. Namun di balik geliat penjualan unit rumah, muncul persoalan serius yang dihadapi oleh para marketing freelance properti.
Hampir seluruh pengembang perumahan di Majalengka menerapkan sistem pemasaran freelance, yang artinya para tenaga marketing hanya dibayar bila berhasil menjual unit. Tidak ada gaji tetap, tidak ada tunjangan transportasi, dan tidak ada dukungan biaya operasional lainnya.
“Kalau nggak ada penjualan, ya nggak ada penghasilan sama sekali,” ujar Iin Susanti, salah satu marketing freelance yang telah lama bekerja di wilayah Majalengka, kepada KabarGEMPAR.com, Kamis (17/7/2025).
Menurut Iin, besaran komisi yang diberikan kepada marketing pun sangat rendah. Dalam banyak kasus, marketing hanya menerima Rp1,5 juta per unit, meski nilai jual rumah mencapai Rp166 juta. Artinya, persentase komisi yang diberikan kurang dari 1% dari total transaksi.
Bahkan untuk penjualan unit hook atau tanah lebih yang nilai jualnya mencapai Rp250 juta, tidak ada tambahan komisi. Marketing tetap hanya menerima nominal yang sama.
Padahal, menurut regulasi resmi yang tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 51/M-DAG/PER/7/2017, komisi bagi perantara jual beli rumah seharusnya berkisar antara 2% hingga 5% dari nilai transaksi untuk perorangan, dan bisa mencapai 5% untuk korporasi atau profesional.
“Selama ini kami bertahan karena kebutuhan. Tapi kalau bicara hak, jelas kami dirugikan. Banyak teman-teman yang belum tahu bahwa sebenarnya komisi itu diatur undang-undang,” tambahnya.
Iin menyoroti lemahnya pengawasan dari pemerintah, khususnya Dinas Perdagangan, dalam menjamin perlindungan hak-hak para marketing freelance. Padahal, peran mereka sangat krusial dalam mendongkrak penjualan dan mendatangkan pemasukan bagi negara melalui pajak.

“Kami yang jadi ujung tombak di lapangan. Tapi kenapa justru kami yang paling tidak dilindungi?” ujarnya.
Ia berharap pemerintah turun tangan untuk menertibkan praktik perusahaan pengembang yang dinilai tidak mematuhi aturan soal komisi ini, serta mendorong sosialisasi regulasi agar para marketing freelance tidak terus-menerus dirugikan.
Reporter: Iin Susanti | Editor: Redaksi KabarGEMPAR.com