KUHAP Baru Tegaskan Keseimbangan Warga Negara, Tak Menambah Wewenang Aparat Penegak Hukum

Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman.

JAKARTA | KabarGEMPAR.com – Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman, menegaskan bahwa RUU Kitab Undang‑Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) baru dirancang untuk memperkuat posisi warga negara dalam proses hukum tanpa menambah wewenang aparat penegak hukum (APH). Ia menyatakan perubahan ini dimaksudkan agar persamaan hak dalam proses pidana makin terjamin.

Posisi negara diwakili polisi, jaksa, dan hakim selama ini lebih dominan dibandingkan warga yang umumnya kurang berpengetahuan hukum, lemah ekonomi, dan terbatas aksesnya terhadap keadilan. Hal ini rawan menimbulkan ketidakadilan, termasuk vonis terhadap orang yang tidak bersalah atau hukuman yang berlebihan.

RUU KUHAP baru menghadirkan sejumlah ketentuan penting:

1. Penguatan peran advokat

Advokat dapat mendampingi tersangka dan saksi, serta diberikan hak untuk aktif menyampaikan keberatan jika terjadi intimidasi selama proses hukum.

2. Penerapan sistem pengawasan elektronik (CCTV).

Penggunaan kamera pengawas di tempat pemeriksaan diharapkan bisa mengurangi praktik intimidasi dan kekerasan yang selama ini terjadi.

Habiburokhman menekankan bahwa tidak ada tambahan kewenangan bagi aparat; RUU ini justru menjaga agar kewenangan polisi, jaksa, dan hakim tetap sesuai dengan UU masing‑masing. Perlu kajian terpisah jika terdapat kelemahan atau tumpang tindih kewenangan dalam institusi penegak hukum.

Mengapa langkah ini penting?

Sejak KUHAP berlaku tahun 1981, posisi aparat penegak hukum sangat dominan dalam penegakan pidana.

Reformasi dicapai dengan memastikan hak-hak tersangka tercukupi, misalnya pendampingan advokat sejak awal sampai akhir proses hukuman.

Pendekatan ini menegaskan prinsip keadilan dan kepastian hukum: bukan hanya menghukum, tetapi menjamin prosedur yang adil.

Tanggapan dan Latar Terkait

Rapat draf RUU KUHAP telah melibatkan masukan dari berbagai pihak, termasuk Komisi III DPR dan Kemenkumham. Pemerintah serta MA turut menekankan pentingnya adaptasi terhadap era digital dan revolusi industri 4.0–5.0 untuk mendukung transparansi dan hak asasi manusia dalam peradilan pidana.

Pada forum dengar pendapat (RDPU) Komisi III dengan Himpunan Advokat dan mahasiswa, dicantumkan spirit keadilan korektif: memperbaiki keseimbangan antara negara dan warga negara dalam proses hukum.

RUU KUHAP versi terbaru bukanlah alat pelebaran kewenangan aparat, melainkan sarana memperkuat hak warga negara terutama hak pendampingan dan perlindungan selama proses hukum. Upaya transparansi melalui kamera pengawas dan peran advokat aktif diharapkan bisa meminimalisir praktik sewenang-wenang, sekaligus menjaga prinsip keadilan dan kepastian hukum dalam sistem pidana.

Reporter: Tim Kabar Nasional | Editor: Redaktur KabarGEMPAR.com

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Tutup