MA Tegaskan Honorarium Advokat Bukan Tanggungan Lawan Perkara: Ini Penjelasannya

Ilustrasi Landmark decision Mahkamah Agung RI Nomor 218 K/Pdt/1952 tertanggal 2 Februari 1956, yang hingga kini masih menjadi rujukan penting dalam praktik hukum perdata di Indonesia.

KabarGEMPAR.com – Mahkamah Agung Republik Indonesia secara tegas menegaskan bahwa biaya honorarium advokat dalam perkara perdata tidak dapat dibebankan kepada pihak lawan, meskipun pihak tersebut dinyatakan kalah dalam putusan pengadilan.

Hal tersebut ditegaskan dalam landmark decision Mahkamah Agung RI Nomor 218 K/Pdt/1952 tertanggal 2 Februari 1956, yang hingga kini masih menjadi rujukan

penting dalam praktik hukum perdata di Indonesia. Dalam pertimbangannya, MA menilai bahwa hukum acara perdata (HIR/Rbg) tidak mewajibkan pihak yang bersengketa untuk menggunakan jasa advokat. Oleh karena itu, biaya honorarium advokat merupakan tanggung jawab pribadi pihak yang menunjuknya sebagai kuasa hukum.

Praktik penyelesaian perkara perdata di pengadilan, menurut penelusuran KabarGEMPAR.com, kerap kali menyertakan dalil ganti rugi yang mencantumkan biaya jasa advokat sebagai bagian dari kerugian yang harus ditanggung tergugat. Namun, Mahkamah Agung secara konsisten menolak dalil semacam ini. Salah satunya ditegaskan kembali dalam Putusan MA RI Nomor 3557 K/Pdt/2015 tanggal 29 Maret 2016.

Dalam konteks hukum, hak untuk menunjuk kuasa hukum dijamin oleh peraturan perundang-undangan, seperti diatur dalam Pasal 123 Ayat 1 HIR/Pasal 147 Ayat 1 Rbg. Teknis pemberian kuasa hukum juga telah diatur melalui SEMA Nomor 6 Tahun 1994 serta SEMA Nomor 7 Tahun 2012. Bahkan, Pasal 1793 KUHPerdata menjelaskan bahwa kuasa dapat diberikan secara tertulis di bawah tangan, tanpa harus melalui akta autentik.

Pasal 1800 KUHPerdata juga menyebutkan bahwa advokat yang menerima kuasa memiliki kewajiban hukum untuk melaksanakan tugas yang diembankan kepadanya. Jika advokat lalai, maka ia dapat dimintai pertanggungjawaban atas segala kerugian yang ditimbulkan. Kewajiban

profesional ini juga ditegaskan dalam Pasal 6 huruf a dan Pasal 7 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat.

Terkait dengan imbalan jasa, advokat berhak atas honorarium sebagaimana diatur dalam Pasal 21 UU Advokat. Namun penetapan nominalnya harus disepakati bersama antara advokat dan klien secara wajar dan proporsional.

“Tidak ada ketentuan dalam hukum acara perdata yang mewajibkan pihak berperkara untuk menggunakan jasa advokat. Maka pembebanan biaya honorarium kepada pihak lawan yang kalah tidak dapat dibenarkan,” jelas Mulyadi, pemerhati hukum perdata sekaligus penulis artikel ini.

Putusan ini menjadi rambu penting bagi para hakim, kuasa hukum, dan masyarakat pencari keadilan, bahwa penggunaan jasa advokat dalam perkara perdata adalah hak, bukan kewajiban hukum, dan konsekuensi biayanya sepenuhnya menjadi tanggungan pihak yang menunjuk.

Penulis: Mulyadi

Sumber: marinews.mahkamahagung.go.id

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Tutup