Mesin TPST di Karawang Rusak, Diduga Pengadaan Asal-Asalan, APH Diminta Turun Tangan
KARAWANG | KabarGEMPAR.com – Persoalan pengelolaan sampah di Kabupaten Karawang semakin memprihatinkan. Setelah ditemukan kerusakan mesin di Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Cirejag (Jatisari) dan Mekarjati (Karawang Barat), kondisi yang lebih parah terungkap di TPST Jayakerta.
TPST Cirejag: Satu Mesin Mati Total
Di TPST Cirejag, Kecamatan Jatisari, satu dari dua unit mesin gibrig mengalami kerusakan sejak dua bulan lalu. Akibatnya, kapasitas pengolahan sampah berkurang drastis.
“Setiap hari TPST Cirejag menerima kiriman sampah sebanyak 10–16 ton. Namun, yang bisa diolah hanya sekitar 10 ton saja karena satu mesin mati total. Sisanya terpaksa kami buang ke TPA Jalupang,” jelas Hadijah, Kepala TPST Cirejag, kepada KabarGEMPAR.com, Selasa (26/8/2025).
TPST Mekarjati: Conveyor Tidak Berfungsi
Masalah serupa terjadi di TPST Mekarjati, Kecamatan Karawang Barat. Sopyan, tenaga administrasi, menuturkan mesin yang baru beroperasi pada Januari 2025 kini sudah bermasalah.
“Dari dua mesin produksi yang ada, hanya satu yang masih berjalan. Itu pun conveyor-nya tidak berfungsi, sehingga kinerja pengolahan jauh dari maksimal,” ungkap staf admin, Senin (25/8/2025).
Menurutnya, TPST Mekarjati setiap hari menerima 2–3 ton sampah dari Desa Mekarjati dan Tunggakjati menggunakan lima unit cator. Namun, sebagian besar sampah tetap harus dibuang ke TPA Jalupang dengan dump truk sebanyak 3–4 kali seminggu.

TPST Jayakerta: Hanya Satu Mesin Tersisa
Kondisi paling memprihatinkan ditemukan di TPST Jayakerta. Ketua TPST, Ade Kosasih, mengungkapkan dari total lima unit mesin pemilah, hanya satu mesin yang masih bisa digunakan, sementara empat unit lainnya tidak bisa digunakan.
“Empat mesin pemilah sudah tidak bisa dipakai karena tidak sesuai dengan jenis sampah yang masuk ke sini. Jadi sekarang hanya satu mesin yang masih berjalan,” kata Ade Kosasih, Senin (25/8/2025).
Selain kerusakan mesin, dua kendaraan pengangkut sampah di TPST Jayakerta juga tidak berfungsi. Akibatnya, untuk membuang sampah ke TPA Jalupang, pihaknya terpaksa meminjam armada dari UPTD II Rengasdengklok.
“Kami hanya mampu mengolah sekitar 1,5 ton sampah per hari dari warga Desa Kemiri, Jayamakmur, dan Jatimulya. Itu pun sangat terbatas karena armada pengangkut kami tidak berfungsi,” tambah staf admin, Eman Safrudin.
Perbandingan Kondisi Tiga TPST
Jika dibandingkan, kondisi tiga TPST di Karawang sama-sama bermasalah dengan pola kerusakan yang nyaris serupa.
Cirejag masih bisa mengolah sampah sekitar 10 ton per hari, tetapi satu mesin gibrig rusak total membuat kapasitasnya tidak optimal.
Mekarjati hanya mampu menerima 2–3 ton per hari, dengan satu mesin berjalan tanpa conveyor.
Sementara, dari lima mesin, hanya satu mesin pemilah yang berfungsi, pengolahan sampah terbatas hanya sekitar 1,5 ton per hari.
Padahal, seluruh TPST itu awalnya dirancang untuk menjadi solusi pengurangan beban sampah di TPA Jalupang. Namun, kenyataannya, mayoritas sampah tetap harus dibuang ke sana karena mesin pengolah tidak berjalan sebagaimana mestinya.
Analisis Hukum: Mesin Tidak Sesuai Spesifikasi
Pakar Hukum, Asep Agustian, SH., MH., menilai persoalan ini bukan sekadar masalah teknis, melainkan bisa jadi akibat salah perencanaan sejak awal.
“Mesin pengolah sampah harus disesuaikan dengan karakteristik sampah di wilayah setempat. Kalau di Karawang, sebagian besar sampah rumah tangga adalah organik bercampur plastik, sementara mesin yang dipasang tampaknya lebih cocok untuk sampah terpilah. Akhirnya, mesin cepat rusak karena dipaksa bekerja di luar spesifikasi,” jelasnya.
Menurut Asep, indikasi kerusakan massal dalam waktu singkat juga patut dicurigai sebagai tanda adanya masalah dalam proses pengadaan.
“Kalau mesin baru dipakai beberapa bulan sudah mati, ada dua kemungkinan: kualitas mesinnya rendah atau perawatannya diabaikan. Publik berhak tahu penyebabnya, dan harus ada audit menyeluruh,” tegasnya.
Sorotan Publik: Diduga Mesin “Abal-Abal”, APH Diminta Turun Tangan
Rangkaian kerusakan di tiga TPST berbeda Cirejag, Mekarjati, dan Jayakerta menimbulkan kecurigaan publik. Mesin yang seharusnya berumur panjang justru rusak hanya dalam hitungan bulan. Muncul dugaan kuat bahwa peralatan yang dibeli bukanlah mesin berkualitas, bahkan dikhawatirkan hanya mesin “abal-abal”.
Kondisi ini memunculkan desakan agar Aparat Penegak Hukum (APH) turun tangan. Publik menilai perlu ada audit menyeluruh terkait penggunaan anggaran pengadaan mesin pengolahan sampah dan mekanisme pemeliharaannya.
Masyarakat juga menuntut agar vendor penyedia mesin, termasuk pihak yang terlibat dalam proses pengadaan, diperiksa secara transparan guna memastikan tidak ada praktik penyimpangan yang merugikan daerah.
KabarGEMPAR.com akan terus melakukan investigasi lanjutan untuk mengungkap dugaan pengadaan asal-asalan ini serta mengawal transparansi anggaran pengelolaan sampah di Kabupaten Karawang.
Laporan: Tim Investigasi | Editor: Redaksi KabarGEMPAR.com