MR. Kim Kritik Gubernur Dedi Mulyadi, Soroti “Tirani Digital” di Jawa Barat

Diamnya rakyat adalah kemenangan bagi penindas. MR. Kim kritik keras Gubernur Jabar soal pembungkaman suara kritis.

KARAWANG | KabarGEMPAR.com – Kritik tajam dilontarkan CEO Lintaskarawang, Nurdin Syam, yang akrab disapa MR. Kim terhadap Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi (KDM), terkait dugaan pembungkaman suara-suara kritis di ruang publik digital.

Dalam pernyataan terbukanya yang dirilis Kamis (10/7/2025), MR. Kim menyebut Gubernur Dedi Mulyadi diduga menjalankan operasi sistematis menggunakan pasukan siber untuk menekan pihak-pihak yang melayangkan kritik.

“Setiap kali KDM dikritik, langsung muncul gelombang komentar pembela. Ini bukan reaksi alami, ini orkestrasi. Ada kendali, ada komando,” ujar MR. Kim.

Menurutnya, respons di media sosial terhadap kritik yang dialamatkan ke Gubernur bukanlah cerminan aspirasi warga, melainkan strategi komunikasi politik yang memanfaatkan relawan digital sebagai tameng propaganda.

“Ini bukan simpati rakyat, ini mesin perang. Mereka dikonsolidasikan dalam grup WhatsApp, digerakkan secara sistematis untuk membentuk narasi dan menghajar oposisi,” lanjutnya.

MR. Kim menilai ruang publik di Jawa Barat tengah mengalami pembajakan narasi oleh kekuatan digital yang tidak netral. “Demokrasi kita sedang dibajak. Kamera boleh tersenyum, tapi di belakang layar ada pasukan siber yang bekerja siang malam memanipulasi persepsi publik,” ujarnya.

Ia menyebut fenomena ini sebagai bentuk “tirani digital”, di mana ruang kritik dikerdilkan oleh banjir komentar yang terlalu seragam dan sarat pencitraan.

“Kalau kritik dibungkam dengan algoritma dan komentar pesanan, maka yang menang bukanlah kebenaran, tapi mereka yang punya mesin propaganda. Ini bahaya laten,” tegas MR. Kim.

Pernyataan MR. Kim pun memantik kembali diskusi soal pentingnya kebebasan berpendapat dan berekspresi sebagaimana dijamin dalam Pasal 28E ayat (3) UUD 1945 dan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

Dalam Pasal 23 ayat (2) UU No. 39/1999, ditegaskan bahwa “Setiap orang bebas mempunyai, mengeluarkan, dan menyebarluaskan pendapat sesuai hati nuraninya, secara lisan dan/atau tulisan melalui media cetak dan elektronik dengan memperhatikan nilai-nilai agama, kesusilaan, ketertiban, kepentingan umum, dan keutuhan negara.”

MR. Kim menilai tekanan sistematis terhadap suara-suara kritis, apalagi jika didukung oleh aparatur atau sumber daya negara, merupakan bentuk pelanggaran terhadap prinsip dasar demokrasi.

“Demokrasi bukan panggung pencitraan, tapi ruang bagi kebenaran untuk bicara. Diamnya rakyat adalah kemenangan bagi penindas,” ucapnya menutup pernyataan.

Reporter: Tim Kabar Karawang | Editor: Redaksi KabarGEMPAR.com

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Tutup