Muharram dan Spirit Kemanusiaan dalam Cahaya Al-Qur’an
Oleh: Ibnu Mahtumi, M.Ag | Tokoh Pendidikan Karawang
KABARGEMPAR.COM – Peringatan 10 Muharram di Kabupaten Karawang bukanhanya menjadi momen tradisi keagamaan, tetapi telah menjelma menjadi ruang nyata ekspresi solidaritas dan kepedulian. Santunan kepada anak-anak yatim piatu dari berbagai penjuru wilayah menjadi simbol dari komitmen moral dan sosial yang berakar pada ajaran Islam yang luhur.
Al-Qur’an, sebagai pedoman hidup umat Islam, dengan tegas menyerukan perhatian kepada anak yatim. Dalam Surah Al-Ma’un ayat 1-2, Allah berfirman: “Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? Itulah orang yang menghardik anak yatim.” Ayat ini menunjukkan bahwa keimanan seseorang tidak dapat dilepaskan dari sikap sosialnya terhadap mereka yang lemah, khususnya anak yatim.
Lebih dari itu, Surah Al-Baqarah ayat 177 mengajarkan bahwa kebajikan sejati bukan hanya soal ritual, tetapi juga tentang memberi kepada yang membutuhkan, termasuk anak-anak yatim:
“…dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir, dan orang-orang yang meminta…”
Dengan berpegang pada nilai-nilai itu, langkah yang diambil oleh Bupati Karawang, H. Aep Syaepuloh, bersama jajaran Forkopimda, menjadi wujud nyata dari implementasi ajaran Al-Qur’an dalam ranah kebijakan publik. Bukan hanya menunjukkan kepekaan, tetapi juga mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk turut ambil bagian dalam gerakan sosial yang berkeadilan.
Namun, semangat 10 Muharram tidak boleh selesai pada satu kegiatan. Ia harus menjadi pengingat tahunan untuk membangun sistem sosial yang lebih inklusif, di mana anak yatim tidak hanya disantuni secara seremonial, tetapi juga didampingi, diberdayakan, dan diberikan akses yang adil terhadap pendidikan, perlindungan, dan masa depan.
Momentum ini juga menjadi panggilan iman untuk kembali kepada nilai-nilai Al-Qur’an yang mendorong kita agar tidak hanya shalih secara individu, tetapi juga sosial. Islam tidak pernah memisahkan spiritualitas dengan tanggung jawab sosial. Keseimbangan keduanya inilah yang harus terus diupayakan dalam setiap dimensi kehidupan bermasyarakat.

Akhirnya, dari Karawang, kita belajar bahwa memberi adalah bentuk syukur, dan peduli adalah bentuk iman. Seperti yang diajarkan dalam Surah Adh-Dhuha ayat 9-10:
“Adapun terhadap anak yatim maka janganlah kamu berlaku sewenang-wenang. Dan terhadap orang yang meminta-minta, janganlah kamu menghardiknya.”
Ya Allah, jadikanlah kami hamba-hamba-Mu yang ringan tangan dalam memberi, lembut hati dalam peduli, dan istiqamah dalam menebar kebaikan. Limpahkanlah keberkahan bagi para yatim yang kami santuni, dan karuniakanlah kepada kami semua hati yang penuh kasih, langkah yang penuh manfaat, serta hidup yang Engkau ridai. Aamiin Ya Rabbal ‘Alamin.
Penulis adalah pimpinan pondok pesantren Ummu Hamdah Batujaya-Karawang.