Paket Seragam Rp1,4 Juta Dipersoalkan, Wali Murid SMAN 1 Wanayasa Keluhkan Tekanan Terselubung

Ilustrasi: Wali murid SMAN 1 Wanayasa menyoroti skema pengadaan seragam senilai Rp1,4 juta yang dinilai menimbulkan tekanan sosial terselubung meski disebut bersifat sukarela.

PURWAKARTA | KabarGEMPAR.com – Pengadaan seragam siswa kelas X Tahun Ajaran 2025 di SMA Negeri 1 Wanayasa kembali menjadi sorotan publik. Di balik penyampaian bahwa program ini bersifat sukarela, terdapat sejumlah persoalan yang dinilai berpotensi menabrak aturan dan menimbulkan tekanan sosial terhadap orang tua siswa.

Berdasarkan dokumen yang diterima KabarGEMPAR.com, paket seragam ditawarkan dengan harga Rp1.430.000 per siswa. Dengan total 317 siswa, nilai transaksi bisa mencapai sekitar Rp453 juta apabila seluruh siswa mengikuti paket tersebut.

Hingga 10 Desember 2025, dana titipan yang berhasil dihimpun melalui koordinator orang tua tiap kelas tercatat mencapai Rp32.910.000 dan disetorkan ke rekening bendahara Forum Komunikasi Orang Tua Kelas X.

Vendor Tunggal, Skema Kolektif, dan Tekanan Terselubung

Pengadaan seragam tersebut dipusatkan pada satu toko di Purwakarta yang ditetapkan sebagai vendor tunggal. Orang tua diminta menyetorkan DP minimal Rp500.000, dengan alasan dapat dicicil seiring proses produksi.

Meski surat edaran menegaskan bahwa program ini “tidak wajib”, pola pengumpulan dana terpusat, penetapan harga paket, dan peran forum orang tua yang terstruktur membuat sebagian wali murid merasa tertekan.

Sejumlah orang tua mengaku sulit menolak karena takut anak mereka terlihat berbeda.

“Di kertas memang tidak wajib, tapi dalam praktiknya terasa seperti harus ikut,” ujar seorang wali murid kepada KabarGEMPAR.com.

Potensi Langgar Regulasi Pendidikan

Praktik ini dinilai berada di wilayah abu-abu hukum.
Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016 melarang komite sekolah melakukan pungutan bersifat wajib dan ditentukan jumlahnya.
Sementara Permendikbud Nomor 50 Tahun 2022 menegaskan sekolah tidak boleh:

mewajibkan pembelian seragam pada toko tertentu,

melakukan komersialisasi pendidikan,

membiarkan adanya tekanan ekonomi terhadap orang tua.

Meski diklaim sebagai inisiatif forum orang tua, posisi forum yang dekat dengan lingkungan sekolah berpotensi menimbulkan konflik kepentingan, terutama jika sekolah mengetahui atau ikut memfasilitasi mekanisme tersebut.

Akurasi dan Akuntabilitas Dana Dipertanyakan

Pengumpulan dana hingga puluhan juta rupiah ke rekening pribadi bendahara forum juga memunculkan kekhawatiran terkait akuntabilitas dan transparansi. Tanpa laporan keuangan resmi dan pengawasan pihak berwenang, praktik ini berisiko menimbulkan sengketa di kemudian hari.

Pengamat pendidikan menilai pengadaan seragam seharusnya dibiarkan berjalan secara mandiri oleh orang tua, bukan dipusatkan melalui skema kolektif yang rentan menjadi “pungutan berjamaah”.

Dinas Pendidikan Diminta Turun Tangan

KabarGEMPAR.com menilai perlunya langkah cepat dari Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat untuk memastikan tidak ada pelanggaran prinsip pendidikan gratis dan non-diskriminatif di sekolah negeri.

Sekolah juga didorong untuk memberikan klarifikasi resmi mengenai:

sejauh mana keterlibatan pihak sekolah,

apakah ada konsekuensi bagi siswa yang tidak mengikuti paket,

serta jaminan bahwa seluruh siswa tetap mendapatkan layanan pendidikan yang sama.

Hingga berita ini diterbitkan, pihak SMA Negeri 1 Wanayasa belum memberikan respon resmi.

KabarGEMPAR.com tetap membuka ruang hak jawab sesuai Undang-Undang Pers.

Reporter: Heri Juhaeri
Editor: Redaksi KabarGEMPAR.com

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *