Penegak Keadilan (PEKA) Indonesia Bongkar Praktik Komitmen Fee Proyek APBD

Ketum Penegak Keadilan (PEKA) Indonesia, Obay Hendra Winandar, mengungkap praktik komitmen fee proyek APBD yang dinilai melanggar UU Tipikor dan merugikan keuangan negara.

BEKASI | KabarGEMPAR.com – Ketua Umum Penegak Keadilan (PEKA) Indonesia, Obay Hendra Winandar, mengungkap adanya dugaan praktik komitmen fee yang masih marak dalam pengelolaan proyek-proyek Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) di berbagai daerah.

Obay menegaskan, praktik tersebut bukan isu baru, melainkan pola lama yang terus berulang dan berdampak langsung pada buruknya kualitas pembangunan serta kerugian keuangan negara.

“Komitmen fee itu nyata, bukan sekadar istilah warkop. Sejak proyek diketok, sudah ada potongan tidak resmi yang membebani anggaran,” kata Obay Hendra Winandar kepada KabarGEMPAR.com, Minggu (13/12/2025).

Menurut Obay, proyek bernilai puluhan miliar rupiah kerap mengalami pemotongan berlapis. Umumnya, sekitar 10 persen diminta di awal sebagai komitmen, lalu disusul pemotongan lanjutan saat Surat Perintah Kerja (SPK) diterbitkan.

“Akibatnya, anggaran yang benar-benar digunakan di lapangan jauh lebih kecil dari nilai kontrak. Ini yang memicu pengurangan volume dan kualitas pekerjaan,” ujarnya.

Obay menilai lemahnya pengawasan membuat praktik ini terus bertahan. Audit, kata dia, sering kali lebih menitikberatkan pada kelengkapan administrasi dibandingkan kualitas fisik bangunan.

“Selama dokumen rapi dan tanda tangan lengkap, proyek dianggap selesai. Padahal jalan sudah rusak, drainase tidak berfungsi,” tegasnya.

Lebih lanjut, Obay menyebut mahalnya biaya politik sebagai salah satu akar masalah praktik komitmen fee. Kepala daerah yang mengeluarkan modal besar saat pilkada diduga menjadikan proyek APBD sebagai sarana pengembalian modal.

“Proyek berubah menjadi alat balik modal politik. Ini berbahaya bagi tata kelola pemerintahan dan kepercayaan publik,” katanya.

Penegak Keadilan (PEKA) Indonesia mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kejaksaan, dan Kepolisian untuk meningkatkan pengawasan dari tahap perencanaan hingga pelaksanaan proyek APBD.

“APBD adalah uang rakyat. Jika terus dikuliti melalui komitmen fee, maka rakyat yang selalu menjadi korban,” pungkas Obay.

Laporan: Tim Kabar Bekasi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *