Penerapan SEMA Jadi Dasar Hakim Menyimpangi Pidana Minimum Kasus Narkotika

Ilustrasi

JAKARTA | KabarGEMPAR.com – Perkara tindak pidana narkotika menjadi salah satu jenis perkara pidana yang paling sering diputus pengadilan di Indonesia. Dalam praktiknya, hakim kerap menghadapi situasi ketika fakta sidang menunjukkan terdakwa hanyalah penyalahguna narkotika untuk diri sendiri, sementara dakwaan jaksa tidak mencantumkan pasal yang relevan bagi pengguna.

Kondisi ini menimbulkan pertanyaan hukum penting: apakah hakim dapat menjatuhkan putusan dengan menyimpangi ancaman pidana minimum khusus yang diatur undang-undang?

Menurut Rafi Muhammad Ave, penerapan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) dapat menjadi dasar bagi hakim untuk melakukan penyimpangan terbatas terhadap ancaman pidana minimum, sepanjang didukung fakta hukum di persidangan.

“Hakim wajib menegakkan kebenaran, keadilan, dan kepastian hukum. Bila fakta di persidangan menunjukkan terdakwa sebagai penyalahguna, hakim dapat memedomani SEMA untuk menjatuhkan putusan yang lebih proporsional,” ujar Rafi.

SEMA sebagai Pedoman Hakim

Mahkamah Agung telah menerbitkan sejumlah SEMA yang menjadi acuan dalam perkara narkotika, antara lain:

SEMA Nomor 4 Tahun 2010 tentang penempatan penyalahguna ke lembaga rehabilitasi;

SEMA Nomor 3 Tahun 2015 yang memperbolehkan hakim menyimpangi pidana minimum khusus jika barang bukti relatif kecil;

SEMA Nomor 1 Tahun 2017 yang menegaskan hakim dapat menilai terdakwa sebagai penyalahguna meski Pasal 127 tidak didakwakan;

dan SEMA Nomor 3 Tahun 2023 yang memperkuat ketentuan sebelumnya.

Dengan pedoman ini, hakim dapat menjatuhkan pidana berdasarkan fakta persidangan, bukan semata isi surat dakwaan.

Empat Unsur Utama

Rafi menjelaskan, penerapan SEMA harus memenuhi empat unsur utama:

  1. Terdakwa tidak didakwa Pasal 127 UU Narkotika, namun terbukti sebagai penyalahguna.
  2. Barang bukti berjumlah kecil dan tes urine terdakwa positif narkotika.
  3. Dakwaan Penuntut Umum mencakup Pasal 111, 112, atau 114 UU Narkotika.
  4. Penyimpangan hanya berlaku pada pidana minimum khusus, tanpa mengubah kualifikasi tindak pidana dalam dakwaan.

Dengan terpenuhinya unsur-unsur tersebut, hakim dapat menjatuhkan putusan yang lebih adil tanpa harus mengabaikan hukum positif.

Keseimbangan Antara Keadilan dan Kepastian

Rafi menekankan, penerapan SEMA harus dilakukan secara hati-hati agar tidak disalahgunakan. Tujuan utamanya adalah memberikan keadilan substantif, terutama bagi terdakwa yang terbukti sebagai pengguna dan bukan pelaku peredaran gelap.

“Dengan berpedoman pada SEMA, hakim tetap dapat menjamin tegaknya kebenaran, keadilan, dan kepastian hukum berdasarkan fakta yang terungkap di persidangan,” ujarnya.

Laporan: Tim Kabar Nasional
Editor: Redaksi KabarGEMPAR.com
Sumber: MARI

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *