Polemik Anggaran BUMDes Sumbereja: Prioritas Program LPK Dipertanyakan
BEKASI | KabarGEMPAR.com – Program Lembaga Pendidikan Komputer (LPK) oleh Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) “Reza Makmur Mandiri” Desa Sumbereja, Kecamatan Pebayuran, Kabupaten Bekasi, menuai sorotan tajam dari masyarakat. Program yang menggunakan dana hasil serah terima dari pengurus lama ini dianggap kurang menyentuh kebutuhan mendesak warga desa.
Ketua BUMDes yang baru, Amung Munandar, menjelaskan bahwa dana awal LPK berasal dari sisa penyertaan modal sebelumnya sebesar Rp 40 juta. Dalam proses serah terima, pengurus lama menyerahkan uang tunai Rp 18 juta dalam rekening, serta sejumlah aset berupa satu unit laptop, alat komunikasi, dan mesin EDC Bank BJB. Dana dan aset inilah yang kemudian dialokasikan sebagai modal awal pendirian LPK.
Namun, kebijakan tersebut justru menuai kekecewaan dari sebagian besar warga. Mereka mempertanyakan urgensi program LPK di tengah banyaknya kebutuhan yang dinilai lebih mendesak, seperti infrastruktur dasar, akses permodalan bagi petani, serta penciptaan lapangan kerja bagi pemuda desa.
“Kami tidak menolak pendidikan, tapi apa pendirian LPK ini benar-benar prioritas? Banyak petani susah modal, dan pengangguran makin tinggi. Dana desa seharusnya menyentuh kebutuhan nyata kami,” ujar seorang warga yang enggan disebut namanya, Senin (19/5/2025).
Berdasarkan pantauan KabarGEMPAR.com, keresahan warga muncul karena merasa tidak dilibatkan dalam proses perencanaan program. Mereka menilai pengambilan keputusan tidak melalui forum musyawarah desa yang terbuka dan inklusif.
Kritik warga diperkuat dengan sejumlah regulasi yang menekankan pentingnya transparansi dan akuntabilitas penggunaan Dana Desa. Peraturan Menteri Desa PDTT Nomor 13 Tahun 2023 tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa
Tahun 2024 menegaskan bahwa dana desa diprioritaskan untuk pemulihan ekonomi nasional, program prioritas nasional, serta ketahanan sosial ekonomi masyarakat desa.
Selain itu, Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa juga menekankan bahwa Dana Desa harus digunakan untuk pembangunan dan pemberdayaan masyarakat sesuai kebutuhan lokal. Sementara Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 20 Tahun 2018 mewajibkan proses perencanaan dan pelaksanaan keuangan desa dilakukan secara partisipatif dan transparan.

“Warga justru menduga program ini hanya menguntungkan segelintir pihak. Mayoritas warga di sini hidup dari bertani dan beternak, tapi tidak ada program konkret untuk sektor itu,” ungkap warga lainnya.
Sarden Suryana, seorang tokoh pendidik yang dikenal aktif di wilayah Pebayuran, juga menyampaikan pandangannya. Ia menilai bahwa program-program BUMDes semestinya dirancang untuk menjawab persoalan nyata masyarakat dan selaras dengan potensi desa.
“Saya berharap kebijakan BUMDes ke depan lebih berpihak pada kepentingan masyarakat luas, khususnya yang berbasis pada ketahanan pangan. Potensi pertanian dan peternakan di desa ini besar, tinggal bagaimana dikelola secara kolektif dan produktif,” tutur Sarden.
Warga berharap BUMDes lebih fokus pada program-program yang berdampak langsung pada peningkatan ekonomi desa. Gagasan seperti pengembangan kelompok ternak, pelatihan kewirausahaan berbasis potensi lokal, serta pembukaan akses pasar bagi hasil pertanian dianggap lebih realistis dan menyentuh akar permasalahan.
Mereka juga mendesak agar Pemerintah Desa segera mengevaluasi program-program BUMDes yang telah berjalan. Masyarakat menantikan arah kebijakan yang benar-benar berpihak pada kepentingan mayoritas dan mampu mengoptimalkan Dana Desa untuk kemajuan bersama.
Reporter: Tim Kabar Bekasi
Editor: Redaksi KabarGEMPAR.com