Proyek Rehabilitasi SMPN 1 Batujaya Molor dan Konstruksi Bermasalah, Dinas Terkait Dinilai Tutup Mata
KARAWANG | KabarGEMPAR.com – Proyek rehabilitasi ruang kelas di SMPN 1 Batujaya, Kabupaten Karawang, Jawa Barat, kembali menuai sorotan. Selain mengalami keterlambatan signifikan, pekerjaan yang menggunakan dana APBD Karawang Tahun 2025 ini juga diduga bermasalah dalam kualitas konstruksinya.
Berdasarkan dokumen kontrak Nomor 027.4 PPK/SP/PENDAS-10028352000/VII/2025, proyek yang dilaksanakan oleh CV. Zifam Tri Perkasa senilai Rp624.966.687,25 ini memiliki masa pelaksanaan 90 hari kalender, terhitung sejak 24 Juli hingga 21 Oktober 2025. Namun hingga awal November, progres baru mencapai 65 persen.
Akibat keterlambatan tersebut, kegiatan belajar mengajar (KBM) di SMPN 1 Batujaya harus memperpanjang waktu pembelajaran dua shift karena ruang kelas belum bisa digunakan. Kondisi ini menimbulkan keresahan di kalangan orang tua siswa.
“Progres pekerjaan baru sekitar 65 persen. Yang belum dikerjakan itu atap, plafon, jendela, dan pengecatan. Kami berharap pelaksana segera menyelesaikannya, karena kegiatan belajar saat ini dibagi dua shift,” ujar Iwan Setiawan, anggota Komite Sekolah SMPN 1 Batujaya, kepada KabarGEMPAR.com, Senin (3/11/2025).
Iwan menambahkan, keterlambatan pekerjaan tidak hanya mengganggu proses belajar, tetapi juga berdampak pada aktivitas harian siswa di luar sekolah.
“Keresahan orang tua siswa mulai bermunculan. Mereka menilai dengan keterlambatan pekerjaan ini, waktu anak masuk sekolah jadi sore hari, sehingga mengganggu kegiatan lainnya seperti waktu mengaji dan aktivitas keluarga di rumah. Harapan kami, proyek ini bisa segera selesai agar KBM kembali normal,” ujarnya.
Konstruksi Bermasalah, Bukti Gagalnya Perencanaan
Selain molor, proyek ini juga dinilai bermasalah dalam pelaksanaan konstruksi. Berdasarkan temuan lapangan, konstruksi atap sempat roboh dua kali saat proses pemasangan, dan ditemukan ring balok bangunan yang rapuh, padahal bagian tersebut tidak termasuk dalam perencanaan awal rehabilitasi.
“Dengan adanya kejadian dua kali robohnya konstruksi atap yang sedang dipasang serta rapuhnya ring balok yang tidak termasuk dalam perencanaan rehabilitasi, membuktikan bahwa proyek ini gagal sejak awal perencanaan dan hasilnya pun buruk,” ungkap Jiji Makriji, pemerhati kebijakan publik di Karawang.
Jiji menilai lemahnya perencanaan dan pengawasan menunjukkan rendahnya tanggung jawab dari pihak terkait.
“Perencanaan abal-abal seperti ini jelas mencerminkan kurangnya tanggung jawab. Saat diketahui ada konstruksi yang perlu diperbaiki tapi belum masuk RAB, pengawas seharusnya segera mengusulkan adendum, agar pelaksana tidak menanggung beban biaya tambahan. Ironisnya, hal ini justru dibiarkan dan menimbulkan perdebatan yang tak kunjung selesai,” ujarnya.
Ia menyesalkan sikap pengawas yang dinilai pasif.
“Akhirnya, pelaksana terpaksa menuruti keinginan pihak komite sekolah untuk memperbaiki kerusakan yang sangat parah, sementara sebagian besar kerusakan tetap diabaikan. Pengawas tak bergeming, seperti tidak memahami konstruksi dan tanggung jawab teknisnya,” tambah Jiji.
Menurut Jiji, sesuai Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 dan Peraturan LKPP Nomor 12 Tahun 2021, penyedia jasa yang terlambat wajib dikenakan denda keterlambatan sebesar 1/1000 dari nilai kontrak per hari, serta sanksi administratif jika terbukti lalai.
“Kalau pengawasan dan perencanaan seperti ini terus dibiarkan, kualitas pembangunan pendidikan di daerah tidak akan pernah meningkat. Harus ada evaluasi total dari dinas terkait,” pungkasnya.
Publik berharap Disdikpora Kabupaten Karawang segera melakukan evaluasi menyeluruh dan memperkuat fungsi pengawasan agar proyek pendidikan di daerah tidak lagi menjadi sumber masalah baru bagi dunia pendidikan.
Laporan: Tim Kabar Karawang
Editor: Redaksi KabarGEMPAR.com


