Proyek Sampah Jadi Energi: Janji Baru Zulhas, Mengulang Luka Lama PLTSa Mangkrak

Menteri Koordinator Bidang Pangan, Zulkifli Hasan (Zulhas), melontarkan janji berani.

JAKARTA | KabarGEMPAR.com – Menteri Koordinator Bidang Pangan, Zulkifli Hasan (Zulhas), melontarkan janji berani: persoalan sampah di Indonesia akan rampung dalam dua tahun lewat teknologi incinerator yang mampu mengubah sampah menjadi energi listrik. Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) digandeng untuk memastikan pendanaan proyek ini tidak mandek seperti sebelumnya.

Namun publik pantas bertanya: benarkah kali ini akan tuntas, atau hanya mengulang janji lama yang gagal diwujudkan?

Luka Lama PLTSa

Sejak Presiden Joko Widodo menandatangani Perpres Nomor 35 Tahun 2018 tentang percepatan pembangunan instalasi pengolah sampah menjadi energi listrik, pemerintah berulang kali menjanjikan lahirnya Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) di 12 kota prioritas. Daerah tersebut antara lain: Jakarta, Surabaya, Bekasi, Bandung, Tangerang, Denpasar, Makassar, dan Solo.

Faktanya, mayoritas proyek itu mangkrak.

PLTSa Sunter, Jakarta – digadang-gadang sebagai pilot project, hingga kini tak kunjung beroperasi karena persoalan teknis, lahan, dan investasi.

Surabaya – sempat berjalan dengan sistem gasifikasi, namun skalanya terbatas dan tak mampu menjawab masalah sampah kota yang menumpuk lebih dari 1.500 ton per hari.

Bekasi – meski sudah ada Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang, rencana konversi sampah menjadi listrik dengan incinerator berulang kali tersendat.

Bandung – proyek PLTSa Gedebage tersangkut konflik hukum dan protes masyarakat, hingga kini tak jelas nasibnya.

Tangerang & Denpasar – progres tersendat akibat masalah pendanaan dan penolakan warga.

Janji lama itu berakhir menjadi tumpukan proyek mangkrak, sementara gunungan sampah terus bertambah.

Risiko Incinerator

Zulhas menjanjikan incinerator sebagai solusi cepat. Namun sejumlah ahli lingkungan memperingatkan, tanpa standar ketat, teknologi ini justru bisa menimbulkan polusi udara berbahaya seperti dioksin dan furan, zat karsinogen yang berisiko bagi kesehatan masyarakat.

Selain itu, biaya pembangunan incinerator relatif tinggi. Proyek serupa di negara lain bisa mencapai ratusan juta dolar per unit, sementara biaya operasionalnya bergantung pada subsidi dan tarif listrik dari PLN.

Janji Dua Tahun

Dalam Indonesia Summit 2025 di Jakarta, Zulhas menyatakan:

“Saya janji dua tahun yang menggunung-gunung itu selesai. Ada teknologi incinerator yang bisa menyulap sampah jadi listrik.”

Ia juga mengungkapkan sudah melaporkan proyek ini kepada Presiden Prabowo Subianto. Menurut Zulhas, Peraturan Presiden baru akan segera diterbitkan sebagai payung hukum.

Namun, jika melihat rekam jejak proyek PLTSa sebelumnya, masyarakat berhak skeptis. Apalagi, waktu yang dijanjikan—dua tahun—terlihat sangat ambisius di tengah kompleksitas birokrasi, perizinan, hingga resistensi publik.

Pertanyaan Kritis

Apakah BPI Danantara benar-benar mampu memutus mata rantai mangkraknya proyek sampah jadi energi? Ataukah ini sekadar sandiwara baru yang mempercantik wajah lama persoalan sampah nasional?

Yang pasti, rakyat menunggu bukti. Sampah terus menggunung, sementara janji terus diulang.

Laporan: Tim Kabar Nasional | Editor: Redaksi KabarGEMPAR.com

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Tutup