Rangkap Jabatan di BUMN, DPR Soroti 39 Pejabat Kemenkeu: “Tidak Efisien, Tidak Ada di Negara Lain”

Anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, Rieke Diah Pitaloka.

JAKARTA | KabarGEMPAR.com – Kritik tajam kembali muncul di Senayan terkait rangkap jabatan pejabat negara di tubuh BUMN. Nama pemerintahan Presiden Prabowo Subianto ikut terseret dalam perdebatan ini, menyusul pembahasan revisi Undang-Undang BUMN di DPR RI.

Anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, Rieke Diah Pitaloka, menyebut ada 39 pejabat Kementerian Keuangan yang saat ini rangkap jabatan sebagai komisaris di perusahaan milik negara. Menurut Rieke, kondisi ini jelas tidak efisien dan bahkan tidak terjadi di negara lain.

“Kemarin saya katakan, ada di satu Kementerian, yaitu Kementerian Keuangan, sebanyak 39 pejabat jadi komisaris. Itu tidak efisien. Hal seperti ini tidak mungkin terjadi di negara lain,” ujar Rieke di kompleks parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (25/9/2025), dikutip Tribunnews.com.

Politisi PDIP yang mewakili daerah pemilihan Kabupaten Bekasi, Karawang, dan Purwakarta itu menegaskan, rangkap jabatan membuat pejabat kehilangan fokus dalam menjalankan tugas utama. Ia mengingatkan, larangan rangkap jabatan untuk menteri dan wakil menteri sudah ditegaskan Mahkamah Konstitusi melalui Putusan MK Nomor 80/PUU-XVIII/2019 dan diperkuat Putusan MK Nomor 128/PUU-XXIII/2025. Namun, untuk pejabat struktural setingkat eselon I dan II, aturan larangan itu belum ada.

“Apakah mereka bisa jadi komisaris di BUMN? Bisa, tapi kalau sudah pensiun. Kalau masih menjabat, kan enggak bisa begitu,” tegas Rieke.

Rieke mendorong agar revisi UU BUMN dijadikan momentum untuk menegaskan larangan rangkap jabatan. Ia menilai inisiatif Presiden Prabowo Subianto dalam revisi UU BUMN harus benar-benar dimanfaatkan agar persoalan ini tidak berlarut-larut.

“Dengan adanya inisiatif Presiden Prabowo untuk revisi UU BUMN, ini jadi pintu masuk. Kalau boleh, sekretariat dan pimpinan bisa memasukkan larangan rangkap jabatan itu ke dalam pasal, misalnya antara Pasal 57 dan Pasal 58,” lanjut Rieke.

Pernyataan Rieke ini mendapat perhatian publik, mengingat persoalan BUMN kerap menjadi sorotan akibat tata kelola dan efisiensi yang masih dipertanyakan.

Laporan: Tim Kabar Nasional

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Tutup