Rehabilitasi Presiden: Alarm Penting untuk Penegakan Hukum di BUMN
Oleh: Mulyadi | Pemimpin Redaksi KabarGEMPAR.com
KABARGEMPAR.COM – Kasus rehabilitasi yang diterbitkan Presiden Prabowo Subianto terhadap mantan Direktur Utama PT ASDP Indonesia Ferry, Ira Puspadewi, beserta dua mantan direksi lainnya, bukan sekadar pemulihan nama baik. Ini adalah alarm penting tentang bagaimana hukum pidana kadang terlalu mudah memasuki ranah keputusan bisnis BUMN.
Keputusan Presiden yang diumumkan Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, Selasa (25/11/2025), memulihkan harkat, martabat, dan reputasi para mantan pejabat ini, sekaligus menegaskan bahwa ada aspek fundamental dalam penegakan hukum yang perlu dievaluasi.
Business Judgment Rule dan Kebijakan Korporasi
Keputusan akuisisi PT Jembatan Nusantara oleh ASDP sejatinya berada dalam wilayah Business Judgment Rule (BJR). Direksi BUMN memiliki kewenangan untuk membuat keputusan strategis dengan itikad baik, berdasarkan informasi memadai, dan untuk kepentingan korporasi.
Sayangnya, dalam kasus ini, tindakan manajerial tersebut diperlakukan sebagai tindak pidana. Ketika hukum pidana menjerat kebijakan bisnis, arah logika hukum menjadi kabur: risiko bisnis yang normal, fluktuasi nilai, atau kesalahan prediksi seharusnya bukan alasan untuk pidana, kecuali ada bukti penyalahgunaan wewenang atau keuntungan pribadi.
Kerugian Negara: Harus Nyata, Bukan Asumsi
Pemidanaan juga menimbulkan pertanyaan serius soal unsur kerugian negara. Dalam konteks korporasi BUMN, kerugian harus nyata, pasti jumlahnya, dan dapat diverifikasi. Banyak transaksi bisnis memiliki risiko inheren yang wajar. Mengasumsikan kerugian hanya karena hasilnya tidak optimal, atau berbeda dari valuasi tertentu, adalah pendekatan yang berbahaya bagi tata kelola perusahaan negara.
Rehabilitasi: Koreksi Administratif dan Pesan Politik-Hukum
Rehabilitasi ini memberi pesan jelas: negara mengakui adanya ketidaktepatan dalam pemidanaan keputusan bisnis BUMN. Presiden tidak membatalkan putusan pengadilan, tapi memulihkan reputasi dan memberi sinyal bahwa penegakan hukum harus proporsional.
Langkah ini sekaligus menjadi momentum bagi DPR dan pemerintah untuk mengevaluasi mekanisme penegakan hukum, memperjelas batas pidana dan keputusan bisnis, serta melindungi direksi BUMN dari iklim ketakutan.
Penegakan hukum yang menjerat keputusan bisnis harus diatur dengan hati-hati agar BUMN tetap memiliki ruang untuk membuat keputusan strategis tanpa takut kriminalisasi.
Jika hukum gagal membedakan business judgment dari tindak pidana, maka negara sendiri yang akan merugi, bukan hanya secara materi, tapi juga secara kepastian hukum dan keberlanjutan tata kelola BUMN.
Rehabilitasi Presiden terhadap mantan Direksi ASDP menjadi alarm penting agar keputusan bisnis BUMN tidak dipidanakan secara berlebihan.
KabarGEMPAR.com ” Mengungkap Fakta, Gemparkan Berita “
