Sasak Bodas: Jembatan Tua Warisan PJKA yang Terlupakan

Sasak Bodas: saksi bisu sejarah perkeretaapian yang kini berubah fungsi jadi jalan warga.

Oleh: Mulyadi
Pemimpin Redaksi KabarGEMPAR.com

MATAHARI baru naik saat saya melintasi sebuah jembatan besi tua yang membentang di atas saluran irigasi besar di Kecamatan Rengasdengklok, Kabupaten Karawang. Warga sekitar menyebutnya Sasak Bodas, sasak berarti jembatan, dan bodas dalam bahasa Sunda berarti putih. Sebutan ini mengacu pada cat pucat yang dulu menutupi seluruh rangka baja jembatan tersebut meski kini, cat itu nyaris habis, digantikan karat dan warna logam kusam.

Bagi sebagian orang, Sasak Bodas hanya sekadar jalan pintas antar desa. Tapi siapa sangka, di masa lalu, jembatan ini adalah jalur rel kereta api milik PJKA (Perusahaan Jawatan Kereta Api), cikal bakal dari PT KAI sekarang. Relnya memang sudah lama hilang, tergantikan oleh aspal kasar dan lintasan roda kendaraan warga.

Yang masih tersisa hanyalah kerangka besi kokoh dan sebuah plang tua di sisi jalan yang menegaskan bahwa tanah di sekitarnya masih merupakan milik PJKA. Ironisnya, tanah negara itu kini tak lagi steril: rumah-rumah berdiri, kios-kios berdagang, dan mungkin saja tanpa legalitas yang jelas.

Dulu Rel, Sekarang Jalan Warga

Dari cerita warga, rel kereta yang dulu melintasi Sasak Bodas digunakan untuk pengangkutan hasil pertanian dan logistik lainnya. Tapi seiring waktu, jalur itu ditinggalkan. Rel dicabut, dan tanah bekas lintasan dibiarkan terbuka. Tak lama kemudian, bangunan semi permanen mulai tumbuh. Sekarang, banyak rumah berdiri di atas lahan yang sejatinya milik negara.

“Kami tinggal di sini sejak saya kecil. Katanya ini tanah kereta api, tapi nggak pernah ada yang datang,” ujar Pak Dadan, salah satu warga yang tinggal di sekitar jembatan.

Tidak ada pagar. Tidak ada papan larangan. Hanya plang tua yang diam seperti menunggu waktu.

Lalu, Siapa Bertanggung Jawab?

Sebagai aset negara, seharusnya lahan milik PJKA/PT KAI tetap dijaga, diinventarisasi, dan bila perlu dimanfaatkan untuk kepentingan publik secara resmi. Namun kenyataannya, pengawasan terhadap aset ini nyaris nihil.

Pemerintah daerah mungkin tak punya wewenang penuh, sedangkan PT KAI mungkin sudah terlalu sibuk mengelola aset besar lainnya. Di tengah kekosongan ini, warga tumbuh di atas tanah negara tanpa kepastian hukum.

Investigasi Dimulai dari Sasak Bodas

Sebagai jurnalis warga, saya memulai penelusuran dari Sasak Bodas, bukan sekadar karena jembatan itu ikonik, tapi karena ia adalah simbol: simbol keterlambatan kita dalam merawat sejarah dan aset publik. Apa yang akan saya temukan? Siapa yang tinggal di atas tanah PJKA? Apakah mereka tahu statusnya? Apakah PT KAI masih memantau lahan ini? Ataukah sudah dianggap tidak penting?

Saya percaya, jembatan ini masih menyimpan banyak cerit bukan hanya tentang kereta yang tak lagi lewat, tapi juga tentang bagaimana negara (dan kita semua) menjaga warisan masa lalu.(…)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Tutup