Sengketa Mata Air di Garut: Warga Lanjut Usia Tuntut Hak, KDM Turun Tangan

Ilustrasi: Ma Atih, warga Kampung Cipicung Garut, curhat ke KDM, menuntut haknya atas mata air di tanah pribadinya yang telah dimanfaatkan PDAM Garut selama lebih dari 30 tahun.

Mak Atih, warga Kampung Cipicung Garut, menuntut haknya atas mata air di tanah pribadinya yang telah dimanfaatkan PDAM Garut selama lebih dari 30 tahun tanpa kompensasi yang layak. Tawaran “uang welas asih” Rp5 juta pun ditolak!

GARUT | KabarGEMPAR.com – Seorang warga lanjut usia di Kampung Cipicung, Garut, Mak Atih, mengadukan dugaan pemanfaatan sumber mata air di tanah miliknya oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Garut selama lebih dari 30 tahun tanpa kompensasi yang layak.

Kronologi Sengketa

Menurut pengakuan Mak Atih, mata air tersebut dibeli oleh almarhum suaminya yang kala itu menjabat sebagai Kepala Desa. Niat awalnya adalah untuk kepentingan masyarakat, seperti irigasi sawah dan kebutuhan masjid. Namun, air dari sumber itu kemudian dialirkan sepenuhnya ke PDAM dan dijual kepada pelanggan.

“Air itu dijual, bukan diberikan cuma-cuma. Tapi kami tidak pernah mendapat hak sepeser pun,” ujar Mak Atih.

Tawaran ‘Uang Kasih Sayang’ Ditolak

Setelah kasus ini menjadi perhatian publik, perwakilan PDAM menawarkan “uang welas asih” sebesar Rp5 juta. Tawaran tersebut ditolak oleh Mak Atih, yang menekankan bahwa tujuan utamanya adalah menuntut keadilan atas haknya, bukan sekadar santunan.

Upaya Hukum Tak Berujung

Mak Atih menyatakan sengketa ini pernah dibawa ke jalur hukum beberapa tahun lalu, namun mediasi di pengadilan tidak menghasilkan keputusan yang jelas.

KDM Turun Tangan

Menanggapi keluhan ini, Kang Dedi Mulyadi memastikan akan turun tangan langsung untuk menyelesaikan sengketa. Ia berencana mengunjungi Garut pada hari Senin dan menjadwalkan pertemuan dengan pihak PDAM serta Bupati Garut.

KDM menekankan perlunya perhitungan kubikasi air yang telah digunakan PDAM dari sumber milik Mak Atih, karena air tersebut dijual kembali kepada pelanggan. Langkah ini diambil untuk memastikan Mak Atih mendapatkan hak dan kompensasi yang layak.

Landasan Hukum

Kasus ini bersentuhan dengan beberapa regulasi, antara lain:

UU No. 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria (UUPA); Hak atas tanah termasuk sumber daya di atasnya.

UU No. 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air; Pemanfaatan air untuk usaha harus disertai izin dan kompensasi.

PP No. 122 Tahun 2015 tentang Sistem Penyediaan Air Minum; PDAM wajib memiliki perjanjian resmi jika memanfaatkan sumber air milik warga.

KUH Perdata Pasal 1365; Perbuatan melawan hukum yang menimbulkan kerugian wajib diganti rugi.

Kasus ini menjadi sorotan karena menunjukkan tantangan dalam menegakkan hak warga atas sumber daya alam yang dikomersialkan, sekaligus menuntut transparansi dan keadilan dari institusi pemerintah.

Laporan: Tim Kabar Garut

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *