Setelah Lama Terpinggirkan, PPPK Akhirnya Diakui Negara

Ilustrasi

Oleh: Ali Rustam Apandi
Dewan Redaksi KabarGEMPAR.com

Sudah lebih dari sepuluh tahun sejak istilah PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja) diperkenalkan lewat Undang-Undang ASN Nomor 5 Tahun 2014. Namun selama itu pula, status mereka hidup dalam bayang-bayang Pegawai Negeri Sipil (PNS).

PPPK mengabdi sebagai aparatur negara. Mereka menjalankan tugas administratif, mengajar di sekolah, bekerja di fasilitas kesehatan, bahkan memimpin unit kerja di lapangan. Tetapi dalam urusan perlindungan dan kesejahteraan, mereka nyaris tak mendapat perlakuan yang setara. Jaminan pensiun dan hari tua dua bentuk perlindungan paling mendasar dalam kerja jangka panjang tidak pernah menjadi hak mereka. Negara seolah membiarkan mereka bekerja untuk masa depan yang tidak pasti.

Namun situasi itu kini berubah. Oktober 2023, pemerintah dan DPR mengesahkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara. Salah satu pasal kunci Pasal 21 menjadi tonggak penting dalam sejarah kepegawaian Indonesia. Seluruh ASN, tanpa membedakan status PNS atau PPPK, kini secara eksplisit dijamin hak atas perlindungan sosial, termasuk jaminan pensiun dan hari tua.

Bagi PPPK, ini bukan sekadar pasal. Ini adalah pengakuan. Ini adalah jawaban dari kegelisahan panjang yang selama ini tumbuh di akar rumput birokrasi.

Diskriminasi Struktural yang Lama Dibiarkan

Selama bertahun-tahun, diskriminasi terhadap PPPK bukan hanya kasat mata, tapi juga sistemik. Status kontrak membuat mereka sulit mengakses fasilitas keuangan seperti kredit perumahan atau pinjaman bank. Tidak sedikit PPPK yang merasa bekerja sepenuh waktu, tetapi diperlakukan seolah hanya sementara.

Sebagian besar PPPK adalah mantan honorer yang telah belasan tahun mengajar atau bekerja untuk negara. Ketika akhirnya mereka diangkat menjadi ASN melalui skema kontrak, yang mereka dapat bukan kepastian, tapi status baru yang tetap membatasi.

UU ASN 2023 menjadi koreksi besar atas praktik diskriminatif ini. Negara akhirnya hadir bukan hanya sebagai pemberi tugas, tapi juga penjamin hak dan masa depan.

Tantangan Implementasi

Meski sudah diundangkan, implementasi UU ini menyisakan pekerjaan rumah yang besar. Pemerintah belum merinci skema pensiun seperti apa yang akan digunakan untuk PPPK. Apakah mengikuti model fully funded dengan kontribusi bersama dari pemerintah dan pegawai? Siapa yang akan menjadi pengelolanya BPJS Ketenagakerjaan, Taspen, atau lembaga lain?

Ini bukan persoalan teknis semata. Ini menyangkut kepastian hukum dan kepercayaan publik. Bila pemerintah lamban merespons, kegembiraan PPPK bisa berubah menjadi kekecewaan baru.

Sebagai ASN, PPPK berhak mendapatkan perlakuan yang setara. Mereka telah lama bekerja dalam senyap, namun kontribusinya nyata. Sudah waktunya sistem kepegawaian Indonesia dibangun di atas asas keadilan, bukan hierarki status.

ASN Bukan Lagi Soal Status

UU ASN 2023 juga menandai arah baru reformasi birokrasi. Ini bukan hanya penghapusan dikotomi PNS vs PPPK, tetapi pergeseran paradigma: ASN harus dinilai berdasarkan kinerja dan kompetensi, bukan bentuk kontraknya.

Dengan perlindungan yang merata, ASN akan memiliki semangat kerja yang lebih tinggi. Pelayanan publik akan meningkat kualitasnya karena tidak ada lagi rasa ketimpangan dalam tubuh birokrasi itu sendiri.

UU ASN terbaru adalah penanda penting bahwa negara tidak lagi abai terhadap mereka yang selama ini dianggap pinggiran. Kini saatnya memastikan bahwa hak-hak yang dijanjikan tidak berhenti di atas kertas.

Karena pada akhirnya, negara yang besar bukan hanya dibangun oleh pemimpin di pusat, tetapi juga oleh para pegawai yang selama ini bekerja dalam diam dari ruang kelas, puskesmas, kantor kecamatan, hingga desa-desa terpencil.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Tutup