Kekerasan Terhadap Jurnalis di Pati: Cermin Arogansi Kekuasaan dan Ancaman Serius bagi Kebebasan Pers
Editorial KabarGEMPAR.com
Penulis: Mulyadi | Pemimpin Redaksi
KABARGEMPAR.COM – Kasus dugaan kekerasan terhadap dua jurnalis di Kabupaten Pati, Jawa Tengah, kembali menjadi bukti bahwa kebebasan pers di negeri ini masih menghadapi tantangan serius. Insiden pembantingan jurnalis saat hendak melakukan doorstop interview kepada Ketua Dewan Pengawas RSUD RAA Soewondo, Torang Manurung, bukan sekadar persoalan teknis di lapangan, melainkan tamparan keras bagi demokrasi dan transparansi informasi.
Kita tidak boleh memandang peristiwa ini sebagai insiden kecil. Jurnalis adalah perpanjangan tangan publik untuk memperoleh informasi. Setiap upaya menghalangi, apalagi menggunakan kekerasan, sama artinya dengan merampas hak masyarakat untuk tahu. Lebih dari itu, tindakan intimidatif terhadap jurnalis adalah pelanggaran hukum yang nyata, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
Kita memahami bahwa dinamika politik di Pati tengah panas, terutama terkait pembahasan hak angket pemakzulan bupati. Namun, sesulit apa pun situasinya, aparat pengamanan atau pengawal pejabat tidak berhak menggunakan cara-cara represif. Pejabat publik dan lingkarannya seharusnya sadar bahwa transparansi adalah bagian tak terpisahkan dari jabatan yang mereka emban. Menutup diri dengan arogansi hanya akan memperburuk citra dan memperuncing konflik politik.
Peristiwa ini juga memberi pelajaran penting bagi DPRD Pati selaku tuan rumah rapat. Gedung dewan seharusnya menjadi ruang demokrasi, bukan arena kekerasan terhadap wartawan. Aparat penegak hukum perlu turun tangan mengusut insiden ini secara transparan. Publik menunggu kepastian: apakah negara benar-benar hadir melindungi jurnalis atau justru membiarkan kekerasan dibiarkan berulang.
Kami menegaskan, jurnalis bukan musuh. Mereka bekerja untuk kepentingan masyarakat, demi menghadirkan kebenaran di ruang publik. Menghormati jurnalis berarti menghormati hak rakyat atas informasi.
Stop kekerasan terhadap jurnalis. Hentikan arogansi terhadap pers. Demokrasi hanya akan sehat bila kebebasan pers dihargai, bukan dibungkam dengan kekuatan fisik.*