Hati-Hati! Tanah Bisa Ditetapkan Terlantar Jika Tak Dikelola

Ilustrasi: Tanah terlantar diambil negara, untuk kepentingan siapa?

JAKARTA | KabarGEMPAR.com – Pemegang hak atas tanah wajib mematuhi ketentuan penggunaan tanah sesuai peruntukannya. Jika lalai, tanah berpotensi ditetapkan sebagai tanah terlantar dan kembali menjadi milik negara.

Kepala Subdirektorat Penetapan Hak Pakai, Ruang Atas Tanah dan Ruang Bawah Tanah, Kementerian ATR/BPN, Yuliarti Arsyad, menegaskan bahwa pemegang hak diberi waktu maksimal dua tahun sejak hak diterbitkan untuk mulai memanfaatkan tanah sesuai tujuan pemberiannya.

“Tanah harus diusahakan dengan baik, kesuburan dipelihara, fasilitas dijaga, dan siap dilepaskan bila diperlukan untuk kepentingan umum,” ujar Yuliarti dalam Workshop Hukumonline bertajuk Pemanfaatan dan Konversi Lahan: Pendekatan Hukum, Tata Ruang, dan Perizinan Terintegrasi di Jakarta, Kamis (11/9).

Instrumen KKPR

Ia menjelaskan, Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR) menjadi instrumen penting dalam memastikan penggunaan tanah sesuai daya tampung ruang dan mitigasi risiko bencana.
“Kalau wilayah sudah punya RDTR terintegrasi OSS, maka otomatis keluar konfirmasi KKPR. Jika belum, mekanismenya melalui persetujuan atau rekomendasi, khususnya untuk kegiatan strategis nasional,” jelasnya.

Mekanisme Pengendalian dan Sanksi

ATR/BPN melakukan pengendalian lapangan setelah dua tahun hak atas tanah diterbitkan. Proses ini mencakup tanah bersertifikat maupun tanah dengan dasar penguasaan lain.
“Kalau setelah dua tahun tanah tidak dimanfaatkan, maka bisa masuk mekanisme penertiban tanah terlantar. Pada tahap akhir, tanah kembali ke negara dan dimanfaatkan untuk kepentingan lain,” tegas Yuliarti.

Penetapan tanah terlantar, menurutnya, tidak dilakukan secara instan. Ada tahapan panjang mulai dari pengendalian, evaluasi tim wilayah, hingga pemberian tiga kali peringatan. Bila setelah peringatan ketiga tanah tetap tidak dimanfaatkan, barulah diusulkan menjadi tanah terlantar melalui Kepala Kanwil BPN Provinsi kepada Menteri ATR/BPN.

Filosofi Tanah Terlantar

Yuliarti menekankan, penetapan tanah terlantar bukan sekadar pengambilalihan tanah, melainkan upaya mengoptimalkan pemanfaatannya untuk masyarakat.
“Tanah yang ditetapkan sebagai tanah terlantar bisa dimanfaatkan melalui program TORA (Tanah Objek Reforma Agraria), redistribusi tanah, diserahkan kepada Badan Bank Tanah, atau digunakan untuk kegiatan lain yang bermanfaat bagi rakyat,” jelasnya.

Indikator Tanah Terlantar

Ada sejumlah indikator tanah bisa masuk kategori terlantar, di antaranya:

Hak Milik: tanah sengaja tidak dimanfaatkan, tidak dipelihara, kemudian dikuasai masyarakat hingga berubah menjadi perkampungan dalam jangka waktu sekitar 20 tahun.

HGB, Hak Pakai, HPL: tanah tidak digunakan sesuai tujuan, tidak dipelihara, atau dimasuki pihak lain karena pemegang hak lalai.

“Penetapan bisa berlaku pada seluruh bidang tanah atau sebagian saja, tergantung kondisi di lapangan. Setelah ditetapkan, hubungan hukum pemegang hak terputus, tanah kembali ke negara, dan bisa dimanfaatkan melalui mekanisme perolehan hak baru,” pungkas Yuliarti.

Laporan: Tim Kabar Nasional | Redaksi KabarGEMPAR.com
Sumber: hukumonline.com

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Tutup