Tolak Pembayaran Tunai, Toko Bisa Terancam Pidana
JAKARTA | KabarGEMPAR.com – Polemik penolakan pembayaran tunai oleh sejumlah toko atau gerai makanan kembali menjadi sorotan publik. Kebijakan transaksi nontunai saja dinilai merugikan konsumen, khususnya kalangan lanjut usia yang masih bergantung pada uang fisik.
Isu ini mencuat setelah beredar video viral yang memperlihatkan seorang nenek ditolak membeli makanan karena membayar menggunakan uang tunai. Video tersebut memicu kritik warganet yang menilai kebijakan tersebut bertentangan dengan aturan penggunaan rupiah sebagai alat pembayaran yang sah.
Menanggapi polemik tersebut, pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, menegaskan bahwa penolakan pembayaran tunai menggunakan rupiah dapat dikenai sanksi pidana.
“Sepanjang pembayaran dilakukan dengan rupiah, maka tidak boleh ditolak. Rupiah adalah mata uang resmi Republik Indonesia,” kata Fickar, dikutip dari Kompas.com, Kamis (25/12/2025).
Ia merujuk Pasal 33 ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang, yang menyebutkan bahwa setiap orang yang menolak rupiah sebagai alat pembayaran yang sah dapat dipidana kurungan paling lama satu tahun dan denda maksimal Rp200 juta.
Ketentuan tersebut juga ditegaskan dalam Pasal 23 ayat (1) UU Mata Uang, yang secara tegas melarang penolakan rupiah, baik uang kertas maupun logam, kecuali terdapat keraguan atas keaslian uang tersebut.
Menurut Fickar, alasan kepraktisan, efisiensi layanan, promosi, keterbatasan uang kembalian, hingga kebijakan internal toko tidak dapat dijadikan dasar hukum untuk menolak pembayaran tunai.
“Praktik seperti ini dapat dilaporkan ke dinas perdagangan pemerintah daerah setempat,” tegasnya.
Dengan demikian, kebijakan toko atau gerai yang hanya menerima pembayaran nontunai berpotensi dikategorikan sebagai perbuatan melawan hukum pidana, apabila menolak rupiah sebagai alat pembayaran yang sah di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Laporan: Redaksi KabarGEMPAR.com
