Tugu Kebulatan Tekad: Cerita Sejarah Proklamasi yang Terabaikan

Foto: Tugu Kebulatan Tekad Proklamasi Rengasdengklok, Masih Berdiri Kokoh Dibangun Tahun 1950 oleh Swadaya Masyarakat.

KARAWANG – Di sebuah sudut kota di Kecamatan Rengasdengklok, Karawang, berdiri kokoh sebuah monumen sederhana namun penuh makna: Tugu Kebulatan Tekad. Tugu ini bukan sekadar bangunan fisik, tetapi simbol dari babak penting dalam sejarah kemerdekaan Indonesia yang kerap luput dari sorotan resmi.

Tugu ini dibangun pada tahun 1950, di atas tanah milik masyarakat setempat yang secara sukarela menghibahkan lahan mereka untuk kepentingan bangsa. Dahulu kawasan ini dikenal sebagai Kampung Gudang, sebuah pemukiman kecil yang kini menjadi bagian dari Bojong Tugu, Desa Rengasdengklok Selatan. Inilah tempat di mana jejak perjuangan rakyat diabadikan secara mandiri, bukan oleh negara, tapi oleh kesadaran kolektif warga yang tak ingin sejarah ini terlupakan.

Pembangunan tugu dibiayai dari dana swadaya masyarakat sebesar Rp17.500,00 dikumpulkan dari berbagai kalangan: petani, pedagang, tokoh agama, buruh, hingga pemuda-pemudi dari beragam latar belakang suku dan agama. Mereka bersatu bukan karena proyek, bukan karena imbauan pemerintah, tapi karena rasa tanggung jawab terhadap sejarah bangsanya sendiri.

Tugu ini menjadi penanda tempat penting dalam peristiwa Rengasdengklok, tanggal 16 Agustus 1945. Hari itu, para pemuda revolusioner membawa Soekarno dan Hatta keluar dari pengaruh Jepang dan mendesak agar kemerdekaan Indonesia diproklamasikan segera. Di rumah milik Djiauw Kie Siong, seorang tokoh Tionghoa lokal dan anggota PETA, Soekarno akhirnya menyatakan tekad bulat untuk merdeka tanpa syarat.

Menurut cerita Cece Wikana, putra dari Kapten Masrin Muhammad, pembangunan tugu ini dilakukan dengan penuh semangat kebangsaan. Kapten Masrin adalah salah satu saksi dan penggerak peristiwa penting tersebut. Cerita lisan dari keluarga beliau menjadi saksi hidup bahwa sejarah tidak hanya tercatat di dokumen, tapi hidup dalam kenangan yang diwariskan dari generasi ke generasi.

Kini, Tugu Kebulatan Tekad berdiri dalam kesunyian, tak seramai Monas, tak semegah tugu-tugu kenegaraan. Namun di setiap sisi batunya, mengalir cerita tentang semangat rakyat, tentang kebulatan tekad yang tulus, dan tentang bagian sejarah Indonesia yang pernah hampir terlupakan.

Rengasdengklok adalah bukti bahwa kemerdekaan bukan hanya dirancang di meja diplomasi, tapi juga diperjuangkan di desa-desa oleh rakyat biasa. Tugu Kebulatan Tekad adalah suara dari masa lalu yang masih menunggu untuk didengar dan dihargai kembali hari ini.

Sumber: Cece Wikana, Putra Kapten Masrin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Tutup