Viral! Warga Tagih Utang Anggota DPRD Lewat Medsos, Apa Konsekuensi Hukumnya?
KARAWANG | KabarGEMPAR.com – Jagat media sosial, khususnya di wilayah Karawang, dihebohkan dengan beredarnya unggahan akun Facebook bernama Nurdin Prakoso yang secara terbuka menagih utang kepada seorang anggota DPRD Kabupaten Karawang dari Partai Demokrat, berinisial H. Saryadi.
Dalam unggahan yang juga dibagikan ulang melalui TikTok, Nurdin menuliskan kronologi pinjaman uang yang diberikan kepada pejabat tersebut untuk membeli sapi kurban pada momen Iduladha 2024 lalu.
Uang tersebut, sebagaimana diklaim oleh Nurdin, dipinjam dengan janji akan diganti atau diberikan imbalan proyek tertentu. Namun hingga berbulan-bulan berlalu, uang itu tak kunjung dikembalikan dan proyek yang dijanjikan pun tidak pernah ada.
“Dimohon itikad baiknya untuk mengembalikan uang saya, tolong jangan korbankan orang lain demi popularitas pribadi dan golongan,” tulis Nurdin dalam unggahan yang viral itu, seraya mencantumkan nama lengkap, jabatan, dan lokasi tinggal pejabat tersebut.
Unggahan itu juga menyebut bahwa persoalan ini telah ditembuskan ke pihak Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Kabupaten Karawang dan Kejaksaan Negeri Karawang.
Tagih Utang via Media Sosial, Apakah Dibolehkan?
Menagih utang merupakan hak yang dilindungi hukum. Namun, bentuk penagihan yang dilakukan secara terbuka dan disebarluaskan ke media sosial seperti Facebook atau TikTok bisa menimbulkan risiko hukum baru, terutama jika dilakukan tanpa bukti hukum yang sah atau tanpa melalui proses yang semestinya.
Praktisi hukum Ibnu Mahtumi, S.H., menjelaskan bahwa penyebaran informasi pribadi atau tuduhan yang belum terbukti di ruang publik dapat dikategorikan sebagai pencemaran nama baik atau pelanggaran terhadap hak privasi, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

“Pasal 27 ayat (3) UU ITE menyebut bahwa setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan informasi elektronik yang mengandung penghinaan atau pencemaran nama baik, bisa dikenai pidana penjara paling lama 4 tahun atau denda hingga Rp750 juta,” ujarnya.
Tidak hanya itu, jika dalam unggahan tersebut terdapat unsur penghinaan atau fitnah, pelaku juga dapat dijerat dengan Pasal 310 dan 311 KUHP tentang pencemaran nama baik melalui media.
Dampak Hukum Tak Hanya untuk Pembuat, Tapi Juga Penyebar
Dalam konteks hukum digital, penyebar informasi yang bermuatan pencemaran nama baik juga bisa ikut dimintai pertanggungjawaban. Jika seseorang membagikan kembali (repost/share) konten yang memuat tuduhan, identitas, atau isi bersifat merugikan pihak lain, maka orang tersebut juga bisa dilaporkan ke pihak berwajib.
“UU ITE tidak hanya mengatur si pembuat konten, tapi juga mereka yang menyebarkan konten bermuatan melawan hukum. Jadi masyarakat perlu berhati-hati,” kata Rina.
Bagaimana Solusi Hukum yang Benar?
Jika benar terjadi utang-piutang atau wanprestasi, masyarakat didorong untuk menempuh jalur hukum melalui gugatan perdata di Pengadilan Negeri, atau membuat laporan pidana jika ada dugaan penipuan atau penyalahgunaan wewenang.
Hal ini diatur dalam Pasal 1365 KUH Perdata tentang perbuatan melawan hukum, serta mekanisme gugatan wanprestasi jika terdapat bukti perjanjian atau transaksi pinjaman.
“Dalam konteks ini, jika tidak ada perjanjian tertulis sekalipun, penggugat tetap bisa mengajukan gugatan, asalkan punya bukti seperti transfer, saksi, atau komunikasi yang mendukung,” jelasnya.
Respons DPRD dan Penegak Hukum
Hingga berita ini diturunkan, belum ada klarifikasi resmi dari pihak yang dituduh, termasuk dari DPRD Kabupaten Karawang atau Partai Demokrat setempat. KabarGEMPAR.com masih berupaya menghubungi pihak-pihak terkait untuk mendapatkan konfirmasi.
Hati-hati Gunakan Media Sosial sebagai Alat Tagih Utang
Fenomena menagih utang melalui media sosial kini semakin marak, namun masyarakat perlu memahami batasan hukum yang berlaku. Niat menuntut hak bisa berubah menjadi perkara pidana jika disampaikan dengan cara yang melanggar hukum atau menyerang kehormatan orang lain.
Menempuh jalur hukum yang benar tetap menjadi cara paling aman dan sah untuk menyelesaikan sengketa, tanpa menimbulkan masalah baru yang justru bisa merugikan pihak penagih sendiri.
Laporan: Tim Kabar Karawang | Editor: Redaktur KabarGEMPAR.com