Tak Benar Maki Teman Pakai Nama Hewan Bisa Dipidana, Ini Bunyi Lengkap Pasal-Pasal KUHP Baru
JAKARTA | KabarGEMPAR.com – Narasi yang menyebut bahwa mulai 2 Januari 2026 seseorang dapat dipidana hanya karena memaki teman dengan sebutan nama hewan dipastikan tidak benar dan menyesatkan. Penegasan ini disampaikan Ketua Komisi III DPR, Habiburokhman, menyusul maraknya penafsiran keliru terhadap Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) baru.
Menurut Habiburokhman, sebagian pihak membaca pasal penghinaan secara sepotong tanpa memahami konteks keseluruhan KUHP baru yang justru dirancang untuk mencegah pemidanaan yang tidak adil, terutama terhadap perbuatan ringan atau candaan dalam relasi sosial.
Bunyi Pasal Penghinaan Ringan
Habiburokhman menjelaskan bahwa rujukan yang kerap dipakai adalah Pasal 436 KUHP baru, yang berbunyi:
“Penghinaan yang tidak bersifat pencemaran atau pencemaran tertulis yang dilakukan terhadap orang lain baik di muka umum dengan lisan atau tulisan, maupun di muka orang yang dihina tersebut secara lisan atau dengan perbuatan atau dengan tulisan yang dikirimkan atau diterimakan kepadanya, dipidana karena penghinaan ringan dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori II.”
Namun, ia menegaskan pasal tersebut bukan pasal baru, melainkan adopsi dari Pasal 315 KUHP lama. Selain itu, pasal tersebut tidak dapat diterapkan secara otomatis tanpa mempertimbangkan konteks, niat, dan rasa keadilan.
Hakim Wajib Utamakan Keadilan
KUHP baru, lanjutnya, memberikan pengaman penting melalui Pasal 53 ayat (2) KUHP, yang secara tegas menyatakan:
“Dalam menegakkan hukum dan keadilan, hakim wajib mengutamakan keadilan daripada kepastian hukum.”
Ketentuan ini memberi ruang bagi hakim untuk tidak menjatuhkan hukuman apabila pemidanaan justru bertentangan dengan rasa keadilan masyarakat. Dalam konteks makian yang bersifat bercanda, hakim tidak diwajibkan menghukum.
Penilaian Sikap Batin Pelaku
Selain itu, Pasal 54 ayat (1) huruf c KUHP mengatur kewajiban hakim untuk menilai niat pelaku, dengan bunyi:
“Dalam menjatuhkan pidana, hakim wajib mempertimbangkan sikap batin pembuat tindak pidana.”
Artinya, jika perbuatan dilakukan tanpa niat merendahkan martabat orang lain dan hanya merupakan candaan antar teman, maka unsur pemidanaan dapat dinilai tidak terpenuhi.
Hakim Bisa Memberikan Pemaafan
KUHP baru juga mengenal konsep pemaafan hakim sebagaimana diatur dalam Pasal 246 KUHP, yang berbunyi:
“Hakim dapat tidak menjatuhkan pidana atau tindakan dengan mempertimbangkan ringannya perbuatan, keadaan pribadi pelaku, atau keadaan pada waktu tindak pidana dilakukan.”
Habiburokhman menegaskan, memaki teman dengan sebutan nama hewan dalam konteks pergaulan akrab jelas tergolong perbuatan ringan, sehingga hakim memiliki dasar hukum untuk tidak menjatuhkan pidana.
Minta Publik Tak Terprovokasi Narasi Menyesatkan
Ia menilai KUHP dan KUHAP baru merupakan produk reformasi hukum nasional yang berorientasi pada perlindungan HAM dan keadilan substantif, sekaligus menggantikan KUHP warisan kolonial dan KUHAP era Orde Baru yang dinilai represif.
“Kami berharap masyarakat tidak digiring untuk membaca KUHP dan KUHAP baru secara sepotong-potong. Bacalah secara utuh agar tidak terjadi kesalahpahaman dan ketakutan yang tidak perlu,” pungkas Habiburokhman.
Laporan: Redaksi KabarGEMPAR.com
