Misteri Jurist Tan di Luar Negeri, Kejagung Cegah Tiga Nama Terkait Dugaan Korupsi Chromebook Rp9,9 Triliun
JAKARTA | KabarGEMPAR.com – Kejaksaan Agung Republik Indonesia resmi meminta Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM untuk mencegah dan menangkal tiga
nama penting terkait kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) tahun 2019–2022.
Ketiga nama yang masuk dalam daftar pencegahan tersebut adalah dua mantan Staf Khusus Menteri Nadiem Makarim, yakni Jurist Tan dan Fiona Handayani, serta satu konsultan proyek bernama Ibrahim Arief.
Namun, satu dari mereka, yakni Jurist Tan, dikabarkan sudah lebih dulu meninggalkan Indonesia sebelum Kejagung mengajukan pencegahan ke Ditjen Imigrasi. Hal ini dikonfirmasi langsung oleh Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar, pada Rabu (18/6/2025).
“Iya, sepertinya yang bersangkutan (Jurist Tan) memang sudah berada di luar negeri. Dari data lalu lintas keluar-masuk Imigrasi, kami melihat ia sudah berada di luar sebelum proses pencegahan diajukan,” ujar Harli.
Meski demikian, Kejagung tetap membuka peluang untuk melakukan upaya hukum lanjutan terhadap Jurist Tan. Koordinasi terkait izin tinggal serta kemungkinan penarikan keterangan di luar negeri masih dikaji penyidik.
Jurist Tan sebelumnya dijadwalkan menjalani pemeriksaan oleh penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) pada Selasa, 17 Juni 2025, namun ia kembali tidak hadir. Ini menjadi pemanggilan ketiga yang kembali diabaikan oleh Jurist. Melalui kuasa hukumnya, ia menyatakan berhalangan hadir karena sedang berada di luar negeri untuk alasan pribadi.
Lebih lanjut, penyidik Kejagung disebut menolak permintaan pemeriksaan secara daring oleh Jurist Tan. Pemeriksaan dinilai harus dilakukan secara langsung di Gedung Jampidsus, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.

Pekan lalu, penyidik telah lebih dulu memeriksa dua nama lainnya: Fiona Handayani dan konsultan proyek, Ibrahim Arief. Proyek pengadaan laptop Chromebook ini disebut memiliki nilai fantastis, yakni mencapai Rp9,9 triliun, dan diduga penuh kejanggalan.
Meskipun Fiona dan Jurist disebut tidak memiliki wewenang langsung dalam pengambilan keputusan proyek, Kejagung menilai ada kemungkinan keterlibatan keduanya dalam memberi arahan atau rekomendasi dalam proses pengadaan.
“Apakah stafsus ini yang memutuskan langsung? Atau hanya memberikan arahan? Kalau memang ada pihak lain yang terlibat, maka siapa mereka? Itu yang sedang kami telusuri,” jelas Harli.
Proyek pengadaan Chromebook ini sebelumnya menuai sorotan publik karena tidak hanya menyangkut jumlah anggaran jumbo, namun juga dugaan spesifikasi dan harga yang tak sesuai standar.
KabarGEMPAR.com akan terus mengikuti perkembangan proses penyidikan kasus ini dan kemungkinan penetapan tersangka baru dalam waktu dekat.
Laporan: Tim Redaksi
KabarGEMPAR.com | Berani Mengungkap Fakta di balik layar kekuasaan.