Proklamasi 17 Agustus, Kemerdekaan yang Ditentukan oleh Rakyat, Bukan Penjajah
Editorial KabarGEMPAR.com
SETIAP tanggal 17 Agustus, bangsa Indonesia merayakan hari kemerdekaan dengan gegap gempita. Di balik perayaan itu, tersimpan sebuah fakta sejarah yang jarang diketahui publik: proklamasi sejatinya direncanakan bukan pada 17 Agustus 1945, melainkan 24 Agustus 1945, tanggal yang disarankan Jepang.
Rencana tersebut berawal dari pertemuan Soekarno, Hatta, dan Radjiman Wedyodiningrat dengan Marsekal Terauchi di Dalat, Vietnam, pada 12 Agustus 1945. Jepang yang sedang berada di ambang kekalahan akibat serangan bom atom di Hiroshima dan Nagasaki, mendesak Indonesia segera mempersiapkan kemerdekaan. Terauchi bahkan menawarkan 24 Agustus sebagai tanggal proklamasi, seolah memberi hadiah kemerdekaan yang telah lama diperjuangkan rakyat.
Sejarah bangsa ini tidak pernah lahir dari hadiah
Begitu kabar Jepang menyerah pada Sekutu pada 14 Agustus 1945, perpecahan sikap muncul. Golongan muda seperti Syahrir, Wikana, dan Chairul Saleh mendesak agar kemerdekaan diproklamirkan segera, tanpa menunggu skenario Jepang. Mereka khawatir bila rakyat hanya menunggu, kemerdekaan akan tercatat sebagai pemberian, bukan hasil perjuangan.
Soekarno dan Hatta semula memilih menunggu sesuai rencana PPKI. Namun, arus sejarah bergerak cepat. Desakan golongan muda kian kuat hingga akhirnya terjadilah peristiwa Rengasdengklok. Di situlah dwitunggal bangsa dipaksa untuk menegaskan bahwa kemerdekaan harus dinyatakan oleh bangsa Indonesia sendiri, bukan atas restu Jepang.
Keputusan itu membalikkan arah sejarah. Dari yang awalnya 24 Agustus, proklamasi justru dipercepat menjadi 17 Agustus 1945, sebuah momentum yang menandai lahirnya Indonesia sebagai bangsa merdeka yang berdiri di atas kakinya sendiri.
Inilah pelajaran penting bagi kita hari ini: kemerdekaan bukanlah pemberian, melainkan hasil tekad, keberanian, dan persatuan rakyat. Jika saat itu para pemuda tidak mendesak dan mengambil risiko, mungkin bangsa ini hanya menerima kemerdekaan sebagai warisan kolonial, bukan hasil perjuangan sejati.

Maka, setiap 17 Agustus, kita tidak hanya merayakan upacara atau pesta rakyat. Kita sedang merayakan keberanian untuk menentukan nasib sendiri. Suara pemuda, keberanian pemimpin, dan tekad rakyatlah yang menjadikan Indonesia merdeka.
Sejarah mengingatkan kita: kemerdekaan tidak datang dari kompromi dengan penjajah, melainkan dari keberanian menolak menjadi boneka. Dan pada 17 Agustus 1945, bangsa ini membuktikannya.
Oleh: Mulyadi | Pemimpin Redaksi