Membaca Unsur Hukum di Balik Kekecewaan Politik, Kasus Laporan Penipuan dan Penggelapan
Penulis: Mulyadi | Pemimpin Redaksi
KABARGEMPAR.COM – Perdebatan soal laporan dugaan tindak pidana penipuan (Pasal 378 KUHP) dan penggelapan (Pasal 372 KUHP) oleh seorang mantan caleg terhadap seorang perantara politik perlu dilihat secara hati-hati. Bukan hanya karena besarnya dana yang dipermasalahkan, tetapi juga karena potensi kerancuan antara persoalan politik dan persoalan hukum pidana murni.
Pasal 378 KUHP menghendaki adanya tipu muslihat atau rangkaian kebohongan. Dalam kasus ini, fakta menunjukkan bahwa inisiatif penyerahan dana datang dari pelapor sendiri, bukan karena dibujuk oleh perantara dengan tipu daya. Perantara hanya menghubungkan pelapor dengan pihak ketiga. Jika tidak ada kebohongan yang melandasi penyerahan uang, maka sulit mengatakan ada penipuan.
Pasal 372 KUHP menuntut adanya penguasaan barang orang lain yang kemudian dimiliki atau dipakai untuk kepentingan pribadi. Faktanya, perantara menyalurkan dana yang diterima kepada pihak ketiga sesuai perintah pelapor. Tidak ada bukti kuat bahwa uang itu dinikmati untuk dirinya sendiri. Tanpa adanya penguasaan untuk kepentingan pribadi, penggelapan tidak terbukti.
Jika perantara hanya berperan sebagai pelantara, maka ia tidak tepat dijadikan tersangka penggelapan maupun penipuan. Namun, praktik aliran dana untuk mempengaruhi hasil pemilu justru membuka potensi dugaan tindak pidana pemilu (politik uang). Dengan demikian, ranah hukum yang lebih tepat bukan KUHP, melainkan UU Pemilu.
Dari kacamata hukum pidana murni, laporan ini lebih tampak sebagai wujud kekecewaan politik ketimbang tindak pidana yang nyata. Memaksakan penggunaan Pasal 372 dan 378 KUHP dalam perkara ini berisiko menimbulkan preseden buruk, seolah setiap kegagalan politik bisa serta-merta dipidanakan.
Hukum pidana tidak boleh menjadi alat untuk melampiaskan kekecewaan. Jika memang ada pelanggaran, seharusnya diarahkan pada ranah tindak pidana pemilu. Adapun dalam konteks pidana umum, unsur penipuan maupun penggelapan dalam kasus ini tidak terpenuhi.*